"Segubal" kuliner khas Lampung sangat diminati

id makana khas lampung, segubal, diminati

"Segubal" kuliner khas Lampung sangat diminati

Ilustrasi - Makanan khas Palembang(FOTO ANTARA)

...Bikin segubal itu harus telaten, tapi bila hasilnya memuaskan dan dapat dinikmati bersama-sama merupakan hal yang menyenangkan...
Bandarlampung (ANTARA Sumsel) - "Segubal" yang merupakan penganan atau kuliner khas masyarakat Lampung dan sudah jarang ada, sangat diminati warga sebagai sajian Lebaran.
        
Sejumlah warga di Bandarlampung, Jumat, mengaku masih mempertahankan tradisi membuat dan menyiapkan segubal sebagai salah satu menu wajib saat berlebaran, untuk disajikan kepada karib kerabat yang bersilaturahmi saat Idul Fitri setiap tahunnya.
        
"Bikin segubal itu harus telaten, tapi bila hasilnya memuaskan dan dapat dinikmati bersama-sama merupakan hal yang menyenangkan," ujar Pariah, warga Bandarlampung yang mengaku setiap kali Lebaran selalu membuat dan menyiapkan segubal itu bersama dengan kue-kue dan makanan khas Lebaran lainnya.
        
Dia menyatakan, selain disantap di rumahnya saat kerabat datang, segubal itu juga bisa dibawakan untuk buah tangan bagi karib kerabat dekat yang menginginkannya.
        
Ia menyatakan, menyantap segubal bersama-sama orang terdekat merupakan kebahagiaan tersendiri, dan makan segubal itu bersama lauk-pauk yang pas, seperti opor ayam maupun rendang daging sangat lezat rasanya dan selalu diminati para penyukanya.

Menurut Linda, warga Bandarlampung lainnya, membuat dan menyantap segubal saat khusus seperti Lebaran merupakan hal yang ditunggu-tunggu.
        
"Saya saja kalau bertamu ke rumah keluarga warga Lampung di sini, selalu menanyakan ada segubalnya nggak," ujar dia.
        
Dipastikan, bila tuan rumah menyediakan segubal itu bersama lauknya, dia akan dengan senang hati menikmati kuliner khas yang lezat dan mengenyangkan perut itu.
        
Namun menurut Amir, tradisi membuat dan menyediakan segubal perlu terus dipertahankan agar tidak tergerus zaman dan dikalahkan oleh makanan modern lainnya.
        
Apalagi setiap daerah semestinya memiliki kuliner khas yang secara turun temurun menjadi suatu daya tarik tersendiri untuk dinikmati dan dicari-cari siapa pun yang berkunjung ke daerah ini.
        
"Segubal bisa menjadi salah satu kuliner khas Lampung yang harus terus dapat dipertahankan, selain beberapa makanan khas tradisional Lampung lainnya," kata dia lagi.
        
Segubal itu dibuat berbahan dasar beras ketan ditambah santan secukupnya, dengan proses pembuatannya memang dinilai agak merepotkan, setidaknya perlu waktu berjam-jam agar matang (sekitar 8--10 jam), antara lain dengan proses merendam, menanak, mencetak dan mengemasnya di atas daun pisang yang digulung.
        
Setelah dibungkus rapi, agar lebih enak dan benar-benar matang, segubal itu harus kembali dimasak hingga empat jam untuk mendapatkan rasa lebih enak, makin legit dan gurih rasanya.
        
Segubal ini hampir serupa dengan kue lepat (makanan masyarakat Jawa) walaupun cara pembuatannya berlainan, sehingga rasa khasnya juga berbeda.
        
Beras ketan itu ditanak hingga matang dan saat masih panas, ketan tersebut dibentuk bundar-bundar. Kemudian setelah jadi, diletakkan di atas daun untuk dibungkus dan diikat kencang dalam satu gulungan.
       
Gulungan-gulungan segubal itu lalu dikukus atau direbus maupun dibakar sesuai selera pembuatnya, dan setelah matang dapat disimpan atau disajikan dengan menu lauk-pauknya yang cocok, seperti opor ayam, rendang, ayam goreng plus sayur yang diinginkan.
        
Selama ini, segubal biasanya ditemui saat acara adat Lampung, seperti pernikahan, syukuran anak (khitanan) atau saat Lebaran.
        
Segubal itu dapat dinikmati secara langsung tanpa lauk yang lain atau pun dipadukan dengan gulai dan lauk pauk lainnya agar menjadi semakin lezat rasanya.
        
Sejumlah warga Lampung mengaku masih melanjutkan tradisi membuat dan menyajikan segubal itu dalam acara-acara khusus mereka, termasuk saat Lebaran sekarang ini. Namun tidak sedikit keluarga di Lampung yang mulai meninggalkan tradisi turun temurun tersebut, dan beralih kepada makanan modern lainnya.