Siapkan produk tenun Palembang bersaing di MEA

id songket, produk tenun songket

Siapkan produk tenun  Palembang bersaing di MEA

Pedagang songket di kawasan pusat cenderamata Ilir Barat Permai Palembang, memamerkan songket motif pelangi. (FOTO ANTARA/Feny Selli/14)

MEA mungkin saat ini belum menjadi istilah populer untuk menyebutkan Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community yang menjadi ajang pasar bebas di Asia Tenggara tahun 2015.

Meskipun tak populer tetapi siap tidak siap bangsa Indonesia harus menghadapi MEA, karena tahun 2015 seluruh negara anggota ASEAN bebas berjualan produk baik berupa barang maupun jasa.

Termasuk Kota Palembang yang dibelah Sungai Musi terbagi menjadi kawasan Seberang Ulu dan Seberang Ilir dikenal penghasil produk sandang berkualitas dan unik ada peluang untuk ikut "berjualan".

Ada tenun songket dan tajung serta kain jumputan yang terkenal dan diminati masyarakat bukan hanya Indonesia, tetapi juga mancanegara.

Produk sandang tersebut menjadi unggulan Pemkot Palembang untuk ditawarkan di pasar regional, kata Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Kota Palembang, Sahrul Hefni.

Dia menambahan kain tradisional representasi kekayaan kebudayaan yang diwariskan Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam hingga kini berhasil dilestarikan.

Identifikasi kawasan sentra produksi kain tekstil khas kota setempat sesuai jenis dan hasil tenun telah dilakukan.

Contohnya, sentra produksi kain jumputan dan tenun tajung dipusatkan di kawasan Tuan Kentang Kecamatan Seberang Ulu I yang berdekatan dengan Sungai Ogan.

Sedangkan, perajin tenun songket sentra produksinya di kawasan Jalan Ki Gede Ing Suro 32 Ilir Kecamatan Ilir Barat II dekat dengan Sungai Musi, katanya.

Namun, dia menambahkan meskipun telah dibentuk kawasan sentra produksi dengan beragam jenis kain khas tersebut, bukan berarti wilayah lain tidak ada perajin sandang tradisional itu.

Sebanyak 167 unit industri kecil menengah memproduksi kain dan tenun khas yang tersebar di Bumi Sriwijaya ini dengan berkelompok maupun perorangan.

Pemkot tentu, telah berupaya optimal mendorong perajin mempertahankan tradisi memproduksi tekstil tersebut sebanyak-banyaknya dengan kreatifitas tanpa batas.

Dia menjelaskan, pihaknya juga secara rutin mendampingi dan melatih perajin untuk tidak hanya mampu memproduksi kain tenun bernilai budaya tinggi, tetapi juga bagaimana memasarkan produk sehingga diminati di kanca nasional maupun mancanegara.

Produk tekstil khas tersebut telah berhasil menjadi primadona bagi pecinta kain tradisional, karena itu tidak heran songket Palembang kini paling banyak dicari.

Pasar bebas ASEAN harus dimanfaatkan secara optimal dengan strategi pemasaran yang tepat sehingga produk sandang mampu mengungguli tekstil khas dari negera lain, seperti Thailand dan Vietnam.

"Kualitas produk harga mati yang tak bisa ditawar mesti dijaga dengan baik dan berkelanjutan," kata Sahrul.

Upaya mendorong perajin meningkatkan kualitas dan keunikan hasil kreativitas terus dilakukan pemkot setempat bekerja sama dengan pihak ketiga.

Pelabelan juga sangat penting sebagai identitas produk yang akan dijual bebas di wilayah Asia Tenggara.

"Tanpa merek atau label sangat mudah bagi siapapun yang ingin memalsukan produk," ujarnya.

Sahrul menambahkan, bantuan modal usaha juga terus dikucurkan dari berbagai pihak terutama badan usaha milik negara dan perusahaan swasta yang konsen mendorong pertumbuhan ekonomi usaha mikro dan kecil.

Mayoritas perajin kain tradisional adalah pelaku industri mikro dan kecil yang memiliki modal mulai Rp5 juta sampai Rp200 juta, sehingga membutuhkan penguatan modal usaha.

Selain menjembatani pelaku industri mendapatkan bantuan modal dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah itu.

Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemkot Palembang Hardayani mengatakan untuk memberikan kemudahan akses pelaku industri kecil menengah wali kota setempat telah menerbitkan Peraturan Wali Kota Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pemberian Pinjaman Penguatan Modal Kerja Usaha Kecil dan Mikro.

Program penguatan modal usaha dengan alokasi dana dari APBD kota setempat menjadi bentuk nyata dorongan pemkot setempat dalam upaya mengembangkan industri tekstil tradisional di daerah itu.

Selanjutnya, akan dilakukan pendataan jumlah UKM yang akan menerima bantuan dana bergulir untuk modal usaha tersebut.

Program bantuan dana bergulir tersebut didedikasikan untuk pengembangan industri kecil di daerah tersebut.

Dengan sistem pinjaman tanpa agunan dan bunga sehingga memudahkan pelaku usaha mendapatkan dana penguatan modal tersebut.

Selain mendapatkan dana pinjaman tanpa agunan dan bunga, pemkot juga akan membina secara berkelanjutan pelaku usaha di daerah dalam mengembangkan kegiatan produksi.

Pembinaan tidak hanya dalam bentuk penguatan modal usaha tetapi bagaimana membangun manajemen usaha yang benar dan memasarkan produk juga dilakukan pemkot, kata dosen teknik sipil disalah satu perguruan tinggi tersebut.



Pelaku IKM dan Pasar Bebas

Deklarasi MEA dilaksanakan tahun 2007 pada KTT ASEAN di Singapura yang menetapkan pasar bebas Asia Tenggara tahun 2015.

Kesepakatan bersama anggota ASEAN tersebut mengatur pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas.

Terkait dengan semakin mendekati implementasi deklarasi MEA tersebut, khusus di Kota Palembang sampai kini belum ada arah jelas persiapan menuju pasar bebas.

Perajin produk lokal berbasis kultur pun sama sekali belum memahami apakah yang harus disiapkan menghadapi pasar global ASEAN itu.

Ma`ruf (46) perajin kain jumputan di kawasan sentra produksi industri tekstil Tuan Kentang mengungkapkan tidak ada persiapan menghadapi pasar bebas.

"Kami memproduksi kain sesuai dengan pesanan toko atau rumah busana yang selama ini menjadi langganan," katanya.

Di kawasan tersebut terdapat puluhan perajin kain tradisional berupa tajung dan jumputan.

Setiap hari hampir seratus pekerja memproduksi kain yang menjadi bukti lestarinya kultur khas Palembang yang dituangkan dalam desain unik dan gambar serta tenunan menarik tersebut.

Kain-kain yang diproduksi biasanya pesanan tetapi kini pembeli banyak juga langsung datang ke sentra produksi kain itu.

Khusus warga yang datang membeli langsung, kain jumputan dijual Rp200.000 per lembar ukuran tiga meter.

Biasanya, kalau sudah di toko kain dengan kualitas dan ukuran yang sama dijual Rp450.000 per lembar, ujarnya.

Dia menambahkan, paling penting usaha yang telah digeluti puluhan tahun tersebut bisa berkembang dan mampu meningkatkan produksi.

Permasalahan modal yang kerap kekurangan, mudah-mudahan bisa segera diatasi setelah dimudahkannya akses mendapatkan pinjaman dana program pemkot setempat.

Menurut dia kalaupun harus bersaing dengan produk lain dari negara anggota ASEAN meskipun belum mendapat sosialisasi yang pasti pihaknya siap.

Keunikan dan kekayaan budaya dengan kualitas tekstil tradisional yang tidak bisa dikalahkan menjadi modal produk tersebut mampu bersaing dengan produk serupa asal negeri tetangga.

Hal senada diungkapkan Lela, perajin songket Palembang bahwa optimistis mampu bersaing dengan produk dari negara lain meskipun sampai kini belum mendapat sosialisasi bagaimana menghadapi pasar global.

"Kain tenun yang kami hasilkan, berciri khusus dengan bahan baku berkualitas dan susah untuk diduplikasi," katanya.

Dari tangan-tangan terampil penenun songket dengan beragam corak dan motif khas menghasilkan kain yang eksklusif serta jarang ditemukan diproduksi di negera lain.

Komitmen mempertahankan hasil produk yang berkualitas dan berdaya saing tinggi menjadi kunci keberhasilan menaklukan pasar bebas, ungkapnya.