TMII sebagai wahana edukasi sejak dini

id Taman Mini Indonesia Indah, tmii wahan pengenalan budaya indonesia sejak dini

TMII sebagai wahana edukasi sejak dini

Ilustrasi - Pemandangan miniatur kepulauan Indonesia di TMII (FOTO ANTARA)

.....Dia akan mudah terombang-ambing dan bingung....
Jakarta (ANTARA Sumsel) - Bagai kacang lupa kulitnya, tentunya tidak ada yang menginginkan generasi muda tercermin seperti peribahasa tersebut.

Pasalnya, dewasa ini tidak sedikit anak-anak yang lebih mengetahui lagu-lagu luar negeri dibanding dengan lagu-lagu nasional, bahkan lagu-lagu seusianya.

Contoh lain, anak-anak lebih banyak ditemukan di mal dibanding di tempat rekreasi sekaligus mendidik, seperti museum, tugu bersejarah dan lainnya.  

Jika ini terus terjadi, bukan tidak mungkin, anak-anak akan kehilangan identitasnya sebagai bangsa yang kental sekali akan budaya dan kekayaan ini.

Psikolog sekaligus Pemerhati Anak Seto Mulyadi mengatakan jika anak sudah asing dengan budayanya sendiri, dari mana dia berasal,maka  dia akan miskin identitas.

"Dia akan mudah terombang-ambing dan bingung, mengapa budaya Jepang seperti ini, mengapa budaya Barat seperti ini, mengapa budaya kita berbeda, dia akan bingung sendiri," tuturnya.

Oleh karena itu, Kak Seto, begitu ia akrab disapa, menyarankan agar anak diperkenalkan kebudayaan lebih dini.

Perkenalan budaya lebih dini, bukan berarti langsung diberikan pengetahuan secara teoritis, melainkan secara pelan-pelan, misalnya dimulai dengan dongeng-dongeng cerita rakyat sebelum tidur.

Karakter otak anak yang cepat menyerap informasi seperti spons, merupakan momentum yang tepat untuk ditanami nilai-nilai norma dan kebudayaan.

Pada periode tersebut, nilai-nilai yang tertanam akan mengakar dan terus tumbuh hingga besar nanti.

Selain itu, menurut Kak Seto yang juga Dewan Konsultatif Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), anak-anak bisa diajak ke tempat-tempat yang bisa menyediakan pengetahuan akan kebudayaan Indonesia.

Sayangnya, tempat-tempat yang menyediakan pengetahuan kebudayaan sekaligus hiburan bisa dihitung jari, padahal menurut Kak Seto, mengajak anak-anak dengan melihat langsung kebudayaan yang dimiliki cukup efektif.

"Sangat efektif, tempat-tempat seperti Taman Mini Indonesia Indah menurut saya itu ide cemerlang memiliki tempat seperti itu, tapi sayangnya tidak banyak," tuturnya.

    
Pengenalan Budaya
Taman Mini Indonesia Indah atau disingkat TMII bisa dibilang satu-satunya tempat yang memperlihatkan kebudayaan Indonesia dari Sabang sampai Merauke, sekaligus tidak lepas dari fungsinya sebagai taman hiburan terutama bagi anak-anak.

Dengan konsep "meminikan Indonesia", taman yang diinisiasi oleh istri mantan Presiden Soeharto, (Alm) Tien Soeharto itu, mengemas Indonesia serta budayanya dalam satu area yang bisa dikunjungi siapa saja.

Anjungan dari tiap provinsi, rumah ibadah dari tiap agama, istana anak-anak, akuarium air aawar terbesar di Indonesia, hingga saat ini hadir kolam renang yang "ditutupi" salju, Snow Bay.  

Wahana klasik kereta gantung dan teater Keong Emas pun masih menjadi favorit pengunjung serta museum mulai dari Museum Purna Bhakti Pertiwi hingga Museum Pusat Peraga Alat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PPIPTEK).

Direktur Operasional TMII Ade F Meyliala menjelaskan TMII, taman yang berdiri sejak 1975 itu, memang didesain khusus untuk menampilkan kebudayaan Indonesia yang sangat kaya, terutama kepada anak-anak.

"Memang tujuan kita untuk meberikan edukasi kepada anak-anak tentang budaya kita yang luar biasa," tuturnya.

Salah satu contohnya, yakni Tabuh Bedug yang dilakukan serentak di delapan penjuru Plaza Tugu Api Pancasila yang memecahkan rekor dunia.

Rekor tersebut juga serba diwarnai angka delapan, yakni diadakan pada tanggal 8, bulan 8, mulai pukul 08.00 WIB, delapan jam nonstop dan di delapan penjuru Tugu Api Pancasila TMII dan bertempatan dengan momentum Idul Fitri.

Tema yang diusung juga dilatarbelakangi rasa keprihatinan atas krisis kepemimpinan bangsa, yakni "Menanamkan Ajaran Asta Brata untuk Mendapatkan Pemimpin yang Unggul".

"Saat ini kita memerlukan sosok pemimpin yang dapat dijadikan teladan agar bangsa kita menjadi bangsa yang maju, makmur, cerdas, adil dan beradab," katanya.

Tema "Asta Brata" merupakan delapan ajaran, filsafat atau ilmu kepemimpinan mulia dari warisan tanah Nusantara yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas sebagai seorang pemimpin.

Kedelapan kepemimpinan itu yakni, surya atau mentari (tumbuh berkembang), candra atau rembulan (memberikan dorongan atau motivasi), kartika atau bintang (menjadi teladan), angkasa atau langit (menampung aspirasi), bayu atau angin (dekat dengan rakyat), samodra atau lautan (adil, bijaksana dan penuh kasih sayang), agni atau api (berwibawa dan berani) dan pertiwi atau bumi (murah hati).

Dia berharap dengan adanya pencapaian tersebut, pengunjung lebih menyadari dan mencintai akan budaya lokal dan bisa menjadi edukasi bagi mereka.

Perluas Akses
Dengan harga tiket masuk gerbang utama Rp10.000, pengunjung sudah bisa memasuki taman seluar 150 hektare itu untuk menggali kebudayaan yang disajikan.

Tidak heran pula, TMII menjadi pilihan cermat bagi pengunjung dalam mengisi liburan mereka dan menurut Manajer Informasi TMII, Suryandoro, jumlahnya bisa melonjak hingga 34.000 pengunjung pada hari raya dan 50.000 pengunjung pada tahun baru.

Pengunjung dari Kotabumi, Tangerang, Wati (25) mengaku sering mengunjungi TMII pada hari libur Idul Fitri.

"Pergi ke sini hari ini karena besok mau ke Ancol. Paling, muter-muter ke anjungan,"katanya.

Warga Madura Saliwi (26) juga mengaku setiap hari-H Lebaran pergi ke TMII karena tempat perkumpulan warga Madura di Jakarta.

Sementara itu, Annisa (41) yang datang bersama keluarganya mengaku baru pertama kali ke TMII pada hari-H Idulfitri.

"Karena enggak mudik soalnya BBM naik," katanya.

Ia mengaku memilih TMII karena merupakan tempat untuk belajar budaya bagi anak.

"Saya yang penting anak harus belajar budaya, tetapi harus ditambah pepohonan hijau dan tempat sampah di sekitar kawasan ini," katanya.

Namun, meski telah menyediakan wahana budaya serta hiburan kepada masyarakat, terutama masyarakat kelas menengah, di usia TMII yang ke-39 tahun diharapkan lebih bisa menyentuh anak-anak di seluruh Indonesia.

Hal itu bisa dilakukan dengan pameran di luar daerah, terutama di daerah-daerah terpencil agar mereka juga bisa ikut terangkul dan tidak terlupakan sebagai bagian dari anak-anak negeri.