Remisi bukan untuk koruptor karena tidak mendidik

id koruptor, remisi tidak untuk koruptor

Remisi bukan untuk koruptor karena tidak mendidik

Ilustrasi - Korupsi (Antarasumsel.com/Grafis/Aw)

Banjarmasin (ANTARA Sumsel) - Akademikus dari Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Prof Dr HM Norsanie Darlan MS, PH berpendapat remisi tidak perlu diberikan kepada para koruptor sebagimana pemberian Pemerintah  Indonesia karena tidak mendidik.

"Karena pemberian remisi bisa tidak membuat efek jera bagi pelaku korupsi di Indonesia yang sudah diputuskan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)," ujarnya kepada Antara Kalimantan Selatan, di Banjarmasin, Selasa.

Bahkan, menurut Guru Besar di Universitar Palangka Raya (Unpar) itu, pemberian remisi tersebut bisa membuat calon-calon korutor bertambah berani.

Pandapat Guru Besar pada Perguruan Tinggi Negeri tertua di "Bumi Isen Mulang", Kalimantan Tengah (Kalteng) itu, disampaikan berkaitan dengan banyaknya narapidana koruptor yang mendapat remisi pada Idul Fitri 1435 Hijriyah.

Anak Desa Anjir Serapat, Kabupaten Kapuas, Kalteng yang berkarir mulai sebagai pegawai rendahan (pesuruh) dan kemudian bergelar profesor itu berpendapat peraturan atau kebijakan pemberian remisi sebaiknya perlu peninjauan kembali.  

Menurut dia, pemberian remisi hingga bebas bersyarat bagi koruptor, terkesan mengkhianati rasa keadilan warga dalam kehidupan sosial kemasyarakatan di negeri tercinta ini.

"Remisi yang diberikan setiap hari-hari besar kenegaraan seperti 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan, hari raya keagamaan, tujuannya baik, terlebih bila dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM)," ujarnya.

Tapi, menurut mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) itu, alangkah indahnya jika remisi diberikan kepada mereka yang bukan kasus korupsi, seperti terpidana karena terpaksa oleh keadaan ekonomi yang minim.

Ia memperkirakan jika remisi diberikan kepada pekau korupsi di tanah air ini, maka selain yang bersangkutan sendiri, juga calon-calon koruptor lain, akan semakin berani.

"Sebab mereka tidak akan jera. Justru mereka bertambah berani dengan perhitungan akan ada remisi-remisi dari kementrian terkait, walau dia terbukti bersalah dan divonis hakim pengadilan Tipikor," lanjutnya.

Walau tertangkap dan divonis, hukuman tidak selama masa putusan pengadilan, karena adanya remesi dari pemerintah setiap peringatan proklamasi kemerdekaan dan hari-hari raya keagamaan.

Ia berpendapat boleh-boleh saja remisi diberikan kepada napi dalam kasus apapun, tapi tidak termasuk mereka yang berkhianat terhadap negeri Indonesia tercinta, kendati ada peraturan perundang-undangannya.

Oleh karena itu, Koordinator Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kalteng itu menyarankan, perlu peninjauan dan kajian kembali terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2006 terkait remisi tersebut.

"Perlu pula adanya pemilihan dalam pemberian remisi terhadap penghianat negara, seperti kelompok teroris jika memang benar-benar terbukti bersalah, serta pelaku tindak pidana lain, kecuali korupsi," sasarannya.      

"Kita sama mengetahui, selain Gayus Tambunan (koruptor perpajakan), Nazarudin --yang berasal dari bendahara partai tertentu-- dan beberapa terpidana korupsi yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) juga mendapat remisi. Agar tidak terjadi kecemburuan sosial di negeri ini," tandasnya.

Selain itu, belum hilang dari ingatan pelaku korupsi lainnya yang mendapat remisi 17 Agustus dan remisi khusus Idul Fitri, masa lalu di antaranya terpindana kasus penyuapan terhadap hakim S. P.W. --yang divonis 3,5 tahun penjara pada 2011-- mendapatkan remisi tiga bulan serta remisi khusus Idul Fitri tiga bulan.

"Masih banyak lagi napi yang tindak pidana korupsi lain yang mendapat keberuntungan dengan remisi, walau yang bersangkutan menggerogoti harta kekayaan negara, baik secara langsung maupun tidak langsung," demikian Norsanie Darlan.