Wali Kota Palembang didakwa berikan uang Rp17 miliar

id wali kota, romi herton

Wali Kota Palembang didakwa berikan uang Rp17 miliar

Wali Kota Palembang non aktif Romi Herton (Foto Antarasumsel.com/14/Nila Fuadi/Aw)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Wali Kota Palembang non aktif Romi Herton dan istrinya, Mayito didakwa memberikan uang Rp14,145 miliar dan 316.700 dolar AS (sekitar Rp3,8 miliar) kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil Pilkada Kota Palembang yang sedang ditangani oleh Akil.

"Perbuatan terdakwa Romi Herton dan terdakwa Mayito memberikan uang kurang lebih sebesar Rp14,145 miliar dan 316.700 dolar AS kepada Akil Mochtar melalui Muhtar Ependy sebagai hakim konstitusi dan ketua panel yang menangani perkara permohonan keberatan pilkada kota Palembang dimaksudkan agar putusannya membatalkan berita acara rekapitulasi hasil perhitungan suara pemilihan Wali kota dan Wakil Wali kota Palembang di tingkat kota oleh KPU Kota Palembang," kata jaksa penuntut umum KPK Ely Kusumastuti di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

Pemberian uang tersebut dimulai dengan pelaksanaan pilkada kota Palembang yang diikuti tiga pasang calon yaitu Mularis Djahri-Husni Thamrin (nomor urut satu), Romi Herton-Harno Joyo (nomor urut dua) dan Sarimuda-Nelly Rasdania (nomor urut tiga) pada 7 April 2013.

Berdasarkan hasil perhitungan KPU Kota Palembang, pemenang dari pilkada tersebut adalah pasangan Sarimuda-Nelly Rasdania dengan suara 316.923 yang hanya berselisih delapan suara dengan pasangan Romi Herton-Harnojoyo  mendapatkan suara 316.915.

Romi dan pasangannya lalu mengajukan keberatan ke MK dan Akil Mochtar ditetapkan menjadi ketua panel bersama dengan dua hakim anggota yaitu Maria Farida Indrati dan Anwar Usman.

Romi kemudian meminta tolong kepada orang dekat Akil yaitu Muhtar Ependy. Selanjutnya Muhtar Ependy menyampakan permintaan Romi kepada Akil yang dijawab Akil agar Romi menyiapkan sejumlah uang dan disanggupi oleh Romi.

"Pada 13 Mei 2013, terdakwa Romi Herton melalui terdakwa Masyito menyerahkan uang sebesar Rp11,395 miliar dan 316.700 dolar AS kepada Akil Mochtar melalui Muhtar Ependy di BPD Kalimantan Barat cabang Jakarta," kata jaksa Ely.

Seluruh uang itu kemudian diserahkan Akil ke Muhtar Ependy dan dititipkan kepada Iwan Sutaryadi.

Setelah penyerahan uang itu, Masyito mengirimkan pesan singkat ke Muhtar yang berisi "Alhamdulillah tas, semua ayuk kyai serahkan sm muchtar krn kami sda ga tau lag,"
   Uang sebesar 316.700 dolar AS tersebut oleh Muhtar Ependy pada 18 Mei 2013 diserahkan ke Akil Mochtar di rumah Akil di Pancoran, selanjutnya pada 20 Mei 2013 Muhtar juga menyuruh Iwan Sutaryadi mengtransfer uang Rp3,866 miliar ke Akil melalui rekening CV Ratu Samagat.

Sisa uang pemberian sebesar Rp7,53 miliar disetor secara bertahap ke rekening Muhtar Ependy pada BPD Kalbar cabang Jakarta.

Sehingga pada putusan sengketa pilkada Palembang pada 20 Mei 2013 Akil Mochtar membatalkan hasil perhitungan suara Wali kota dan Wakil Wali kota Palembang dan mengoreksi perolehan suara yaitu pasangan Sarimuda-Nelly Rasdania mendapat suara 316.896 sedangkan pasangan Romi Herton-Harnojoyo mendapatkan suara 316.919 sehingga Romi pun memenangkan pilkada kota Palembang tersebut.

Setelah putusan dibacakan, Romi Herton dan Masyito menyerahkan uang lagi kepada Akil Mochtar melalu Muhtar Ependy dengan cara transfer ke sejumlah rekening bank dengan jumlah keseluruhan mencapai Rp2,75 miliar.

Atas perbuatan tersebut Romi Herton dan Masytio didakwa dengan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 13 tahun 1999 jo pasal 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana 3-15 tahun penjara dan denda Rp50 juta hingga Rp750 juta.

Selain didakwa menyuap hakim, jaksa juga mendakwa Romi dan Masyito melakukan perbuatan dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar.