Moratorium hutan tak efektif tanggulangi kebakaran

id hutan, kebakaran hutan, aphi, lahan gambut, moratorium

Moratorium hutan tak efektif tanggulangi kebakaran

Ilustrasi - Hutan gambut terbakar di Kabupaten OKU, Sumatera Selatan (Foto Antarasumsel.com/14/E Permana)

....Seharusnya, kebijakan moratorium hutan dibarengi dengan upaya pemerintah membentuk unit khusus yang mengelola dan mengawasi lahan tersebut....
Pekanbaru (ANTARA Sumsel) - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia meminta pemerintahan Presiden Joko Widodo mengevaluasi manfaat dari moratorium hutan karena dinilai tidak efektif dalam menekan deforestasi terutama untuk penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

"Sebanyak 34 persen titik api pada kurun Februari hingga Maret 2014 ada di kawasan hutan yang dimoratorium. Saya ingin pemerintah terbuka saja menunjukkan peta untuk membandingkan kawasan hutan sebelum dan sesudah moratorium diberlakukan, jangan kita naif dan merasa bangga karena saya yakin kondisi sebenarnya malah lebih banyak yang rusak," kata Ketua APHI Bidang Hutan Tanaman Industri, Nana Suparna, di Pekanbaru, Selasa.

Pemerintah selama tiga tahun terakhir memberlakukan moratorium atau berhenti mengeluarkan izin pengelolaan di kawasan hutan dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10/2011 yang kemudian diperpanjang melalui Inpres Nomor 6/2013.

Menurut dia, pemerintah dalam kebijakan moratorium tersebut berusaha mengakomodir tekanan dunia internasional, yang melalui LSM lingkungan, meminta menghentikan pemberian izin kepada perusahaan di kawasan hutan agar membiarkannya tetap lestari.  

Menurut Nana, pada kenyataannya moratorium hutan tidak dibarengi dengan kemampuan pemerintah untuk memastikan kawasan tersebut dijaga ketat, malah justru membuka peluang masuknya aktivitas pembalakan liar dan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan pertanian. Sebabnya, ia mengatakan ada sekitar 63,8 juta hektare (ha) kawasan hutan kurang bahkan tidak terlindungi, yang terdiri dari 32,21 juta ha hutan lindung dan 31,6 juta ha hutan produksi.

"Seharusnya, kebijakan moratorium hutan dibarengi dengan upaya pemerintah membentuk unit khusus yang mengelola dan mengawasi lahan tersebut," katanya.

Ia menilai, seharusnya pemerintah mencari solusi agar perusahaan yang saat ini tidak bisa beroperasi karena berbagai kendala yang dihadapinya. Tujuannya agar dapat beroperasi sehingga dapat menjaga dan mengelola areal kerja yang menjadi tanggung jawabnya.

Selain itu, pemerintah juga harus merevisi Undang-Undang No.32/2009 karena masih membuka peluang pembakaran hutan untuk pertanian dengan luas lahan maksimal dua hektare per kepala keluarga. "Siapa yang menjamin pembakaran lahan tidak lebih dari dua hektare dan api tidak menjalar melewati sekat bakar," ujarnya.

Pakar gambut Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga Sekretaris Jenderal Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, Dr Suwardi mengatakan rencana penanggulangan karhutla belum menyentuh akar masalah untuk mengubah perilaku pembukaan lahan pertanian yang secara tradisonal melakukan sistem tebas dan bakar untuk pembukaan lahan.

Opini penanggulangan dengan pelarangan membuka lahan gambut secara keseluruhan dinilainya adalah keniscayaan ditengah makin sempitnya lahan dan tingginya laju populasi penduduk, katanya.

"Sampai kini belum ada di Indonesia teknologi pembukaan lahan gambut yang murah dan mudah untuk diaplikasi oleh petani, karena baru hanya perusahaan bermodal yang bisa melakukannya. Solusi supaya tidak ada pembakaran lahan adalah pemerintah yang melakukan pembukaan lahan untuk masyarakat agar tidak membakar. Tentukan lokasinya, supaya masyarakat tinggal mengelolanya," ujarnya.

Suwardi menjelaskan, pengelolaan lahan gambut di Indonesia sudah dimulai sejak abad 19 oleh penduduk lokal di Kalimantan dan Sumatra untuk tanaman padi dan kelapa. Pengelolaan gambut dalam oleh perusahaan baru dilakukan pada era 1990-an.

Dari total 14,9 juta ha lahan gambut yang ada di Indonesia, lanjutnya, sekitar enam juta hektare diantaranya telah dibuka untuk berbagai keperluan namun 3,5 juta ha diantaranya mengalami kerusakan karena salah tata kelola. Contoh kerusakan paling besar adalah pembukaan satu juta ha untuk padi sawah di Kalimantan Tengah.

"Daripada pemerintah membuang banyak dana untuk pemadaman kebakaran lahan, lebih baik buatkan lahan pertanian untuk masyarakat dilokasi yang ditentukan," katanya.    

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pada kunjungannya ke Pekanbaru pada 18 November mengisyaratkan bahwa moratorium terhadap penerbitan izin hutan tanaman industri akan terus diberlakukan sambil melakukan evaluasi terhadap izin yang dinilai bermasalah.

 "Moratorium izin akan diberlakukan, tidak ada izin baru dengan mengevaluasi ke dalam," kata Siti Nurbaya saat meninjau kesiapan penanggulangan kebakaran lahan dan hutan, di Pekanbaru, Provinsi Riau, Selasa.

Menurut Siti Nurbaya, pihaknya kini tengah mengkaji beberapa laporan mengenai perizinan kehutanan yang sudah terlanjur terbit namun bermasalah, dan ada konsesi perusahaan yang ditelantarkan oleh pemegang izin. Ia menyadari hal tersebut bisa memicu terjadinya kebakaran lahan serta perambahan hutan disertai pembalakan liar.

"Kita sedang olah beberapa catatan dari Dirjen yang masuk ke saya, sehingga ada istilah izin yang terlanjur, legal tapi tidak legal. Dan saya mewaspadai betul untuk mengoreksi teknis ke dalam," katanya.