Pengusaha tambang harapkan pasar dalam negeri

id dinas pertambangan sumsel, tambang, batu bara

Pengusaha tambang harapkan pasar dalam negeri

Terminal batu bara (FOTO ANTARA)

...Harapannya tidak hanya PLN dan PT Semen Baturaja, tapi juga industri-industri besar di Jawa jadi tidak mesti ekspor...
Palembang (ANTARA Sumsel) - Asosiasi Pertambangan Batubara Sumatera Selatan mengharapkan pemerintah memperluas pasar dalam negeri untuk mengatasi anjloknya bisnis batu bara dalam dua tahun terakhir.
    
"Pembicaraan sudah dilakukan antara sejumlah asosiasi tambang dan pemerintah, mungkin tidak berapa lama lagi direalisasikan. Harapannya tidak hanya PLN dan PT Semen Baturaja, tapi juga industri-industri besar di Jawa jadi tidak mesti ekspor," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertambangan Batubara Sumsel Sutarman di Palembang, Jumat.
    
Ia mengemukakan, bisnis batu bara mengalami penurunan sejak 2012 akibat pelemahan ekonomi global. Puncaknya terjadi di akhir 2014 seiring dengan anjloknya harga minyak mentah dikisaran 40-50 dollar Amerika Serikat per barrel.
    
Menurutnya, kondisi ini sangat berpengaruh pada puluhan perusahaan tambang di Sumsel sehingga hanya 40 persen yang masih bertahan.
    
Mereka yang bertahan ini merupakan perusahaan yang memiliki kontrak kerja sama jangka panjang dengan pembeli di luar negeri lantaran  kandungan kalori batu bara yang tinggi.
    
"Batu bara itu harganya selalu di bawah minyak mentah, siapa yang mengira harga minyak mentah hanya 40 dollar per barrel," kata dia.     
    
Produk batu bara Sumsel sebagian besar di ekspor ke Tiongkoh dan India. Pelemahan ekonomi yang terjadi di Tiongkoh pada tiga tahun terakhir akibat imbas dari krisis ekonomi di Eropa telah menurunkan permintaan batu bara dari Indonesia.
    
Kepala Bidang Pertambangan Umum Dinas Pertambangan Sumsel Izromaita mengatakan pemerintah telah menerima laporan dari beberapa kabupaten perihal penghentian ekplorasi oleh sejumlah pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP).
    
Sekitar 100 pemilik IUP dari 236 yang ada telah menghentikan kegiatan karena tidak sanggup menanggung biaya produksi yang tinggi sejak harga batubara merosot di tahun 2011.
    
"Harga di pasaran hanya 25 hingga 30 dollar Amerika Serikat per ton atau sekitar Rp250 ribu hingga Rp300 ribu untuk jenis kalori rendah. Itu pun harga batu bara ketika sudah di atas tongkang," kata Izromaita.