Palembang bersiap serap dana hibah sanitasi Australia

id sanitasi, ipal, instalasi pengolahan air limbah

Palembang bersiap serap dana hibah sanitasi Australia

Ipal komunal (ANTARA FOTO)

...Masyarakat dunia saat ini dihadapkan berbagai persoalan serius akibat kerusakan lingkungan hidup akibat tingkah laku manusia. Kini, persoalan lingkungan pada suatu negara sejatinya juga menjadi persoalan di negara lain...
Palembang (ANTARA Sumsel) - Di tengah tekanan pemerintah Australia terhadap Indonesia terkait rencana eksekusi mati warga negaranya yang terjerat kasus narkoba, Kota Palembang, Sumatera Selatan, semakin memantapkan rencana penyerapan dana hibah program sanitasi dari Negeri Kanguru.

Program sanitasi yang telah direncanakan sejak tahun 2010 tak berapa lama lagi bakal terealisasi karena Pemerintah Kota Palembang telah menentukan lima titik tempat pembangunan instalasi pengolahan limbah (ipal) skala kawasan.

Rencananya, program tersebut berjalan pada Juni 2015 karena pemerintah kota telah merampungkan persiapan yang dimulai empat tahun lalu, termasuk proses lelang.

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palembang M Syafri Nungcik di Palembang, (11/2), mengatakan lima titik telah ditentukan untuk pembangunan ipal skala kawasan yakni di Kecamatan Kalidoni, Kecamatan Sako, Kecamatan Sematang Borang, Kecamatan Sukarami dan Kecamatan Gandus.

"Tidak mudah menentukan titik ipal ini karena pemerintah harus memastikan terlebih dahulu kesediaan warga mengikuti program sanitasi ini terkait lahan, dan kesediaan setiap keluarga membuat instalasi baru meski tidak mengeluarkan biaya. Tentunya kegiatan ini cukup memakan waktu," kata Syafri.

Ia mengemukakan, Pemerintah Kota Palembang berencana membangun 10 titik ipal skala kawasan. Namun, untuk tahap awal tidak dapat direalisasikan semuanya karena keterbatasan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Seperti diketahui, ia menerangkan, program dana hibah Australia ini memberikan bantuan dengan skema berbasis hasil atau mengharuskan pemerintah daerah bertanggung jawab terlebih dahulu untuk menginvestasikan pembangunan saluran pembuangan limbah baru, dan mengoperasikan infrastruktur tersebut.

Karena skema tersebut, pemerintah kota menganggarkan secara bertahap pada APBD sejak tahun 2013 sehingga terjadi penambahan dalam tiga tahun terakhir.

Syafri merincikan, pada 2013 untuk pengolahan limbah total anggaran APBD Kota Palembang sebesar Rp.7.040.992.000, pada 2014 sebesar 9.336.026.000 dan pada 2015 sebesar Rp11.167.176.500.

"Untuk tahap awal, di lima kawasan terlebih dahulu dengan target 1.000 sambungan ke rumah warga, diperkirakan dana yang terserap sekitar Rp4 miliar, nanti yang sisanya akan dikejar berikutnya pada APBD perubahan 2015," kata Syafri.

Selain menyiapkan ipal skala kawasan, pemerintah kota juga menargetkan penyerapan dana hibah Australia untuk instalasi pengolahan limbah perkotaan dengan telah menyiapkan lahan seluas 5,7 hektare di Kelurahan Sungai Selayur, Kecamatan Kalidoni.

"Pemerintah kota mengeluarkan dana tidak sedikit untuk membebaskan lahan milik warga itu sejak 2012 tapi karena sudah berkomitmen memperbaiki sanitasi warga maka tidak menjadi masalah," ujar dia.

Ia menerangkan, pemerintah menyadari lingkungan hidup yang sehat harus didukung sarana sanitasi yang baik.

"Selama ini warga membuat septic tank sendiri-sendiri sehingga mengotori air tanah. Jika air limbah warga ini dikelola secara terpusat maka potensi kerusakan lingkungan dapat ditekan," kata Syafri .

                                                            Serius Serap Hibah

Langkah Pemerintah Kota Palembang dalam menyerap dana hibah Australia ini terbilang tidak main-main karena bersedia mengucurkan dana APBD untuk mendapatkan realisasi program ini.

Berdasarkan data dari Bappeda diketahui alokasi untuk menanggulangan limbah ini mencapai 10,43 persen dari total anggaran APBD bidang sanitasi (drainase, limbah, dan sampah) sebesar Rp150.564.006.885.

Menurut Syafri, keseriusan Palembang dalam menyerap dana hibah tersebut dengan tidak segan mengeluarkan modal terlebih dahulu lantaran program sanitasi ini masuk dalam visi dan misi Kota Palembang.  
   
Kota Palembang memiliki visi mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kesehatan masyarakan dalam lingkungan sehat.

Sementara, misinya antara lain, meningkatkan keterjangkauan masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan, meningkatkan kualitas pelayanan sanitasi yang terus dan berkelanjutan, memperbaiki pola perilaku untuk mempromosikan gaya hidup bersih dan sehat.

Misi lainnya yakni meningkatkan keterlibatan masyarakat berkaitan dengan sistem air limbah domestik dan mempromosikan kerja sama antara pemerintah daerah, provinsi dan pusat dalam pengembangan sektor sanitasi, serta meningkatkan sensitifitas publik berkaitan dengan kerentanan masalah kesehatan dan lingkungan.

"Visi dan misi sudah ada, jika dilakukan sendiri bisa saja tapi memakan waktu cukup lama karena terkait dengan dana. Dengan adanya bantuan hibah Australia ini maka akses sanitasi warga bisa dipercepat," ujar Syafri.

Kota Palembang terpilih karena dinilai pemerintah Australia cukup serius dalam memberikan pelayanan air bersih kepada warganya yakni mencapai 96,07 persen dari total jumlah penduduk sekitar 1.493.146 jiwa dengan luas wilayah 369,22 km2.

        
                                                                Apresiasi Australia

Keseriusan Pemerintah Kota Palembang ini tidak disangkal Program Officer Water dan Sanitation Nur Fadrina Mourbas sehingga pemerintah Australia memilih ibu kota Sumatera Selatan ini sebagai kota untuk realisasi dana hibah tahap kedua.

Nur Fadrina yang dijumpai seusai sosialisasi program dengan wartawan media massa Kota Palembang beberapa waktu lalu mengatakan, pemerintah Australia sangat mengapresiasi langkah yang diambil Pemerintah Kota Palembang karena tergolong lebih aktif dibandingkan kota atau kabupaten lain di Indonesia.

"Tidak semua kota mau berkomitmen seperti kota Palembang, mulai dari pembebasan lahan hingga membuat desain instalasinya. Yang patut diacungi jempol yakni mau mengeluarkan dana terlebih dahulu sebelum akhirnya diganti oleh pemerintah Australia," kata dia.

Ia menerangkan, pemerintah Australia dalam program sanitasi air limbah ini lebih dahulu mengharapkan peran aktif dari pemerintah kota/kabupaten karena bantuan yang diberikan sifatnya hanya stimulus.

"Dana hibah ini bisa diberikan setelah pemerintah merealisasikan terlebih dahulu. Artinya sifatnya rembes (mengganti uang yang sudah dikeluarkan, red), dengan kata lain setelah lulus verifikasi maka biaya yang dikeluarkan akan diganti semua," ujar ini.

Terkait dengan pengantian dana pembangunan infrastruktur ini, menurutnya, Australia telah siap membantu sambungan pengolahan air limbah di 2.000 titik rumah warga dengan nilai Rp4 juta per sambungan atau total Rp8 miliar.

"Nilai ini yang menyebutkan adalah pemerintah kota Palembang, jika memang benar maka akan dicairkan segera setelah proyek selesai," kata dia.

Wujud nyata lainnya yang menurutnya sebagai bukti keseriusan Pemerintah Kota Palembang, yakni menerbitkan surat wali kota tentang minat dan kesanggupan untuk menyiapkan alokasi dana, penandatanganan surat persetujuan perpanjangan hibah, penyiapan lahan pembangunan ipal komunal dan perkotaan.

Kemudian, membuat masterplan dan "Detailed Engineering Design City Sewerage" skala kota dan komunal, membuat unit pelaksana teknis daerah pengelolaan limbah, hingga mempersiapkan sumber daya manusia terkait dengan tim teknis dan kelompok kerja sanitasi.

"Dengan melihat persiapannya, bukan tidak mungkin dana hibah sanitasi Australia ini akan terserap maksimal di Palembang," ujar dia.

Pemerintah Australia bekerja sama dengan pemerintah daerah di Indonesia membangun infrastruktur sanitasi demi penyelamatan lingkungan dengan mengucurkan dana hibah sebesar 195 juta dolar Australia.

Dana tersebut terbagi dalam program hibah air 80 juta dolar Australia, hibah sanitasi 5 juta dolar Australia, hibah pembangunan infrastruktur sanitasi (sAIIG) 40 juta dollar Australia, pembangunan sarana pengolahan limbah skala perkotaan (city sewerage) 40 juta dolar Australia, dan infrastruktur pengolahan air pemukiman 25 juta dolar Australia.

Sementara realisasi program yang segera dilaksanakan di Palembang yakni program hibah berupa sambungan sanitasi ke rumah untuk 2.000 sambungan di lima kawasan, program sarana pengolahan limbah skala perkotaan di Kelurahan Sungai Selayur. Sedangkan, program pengolahan air untuk 6.000 sambungan rumah tangga direncanakan pada tahap berikutnya.

"Pada umumnya, program sanitasi ini gagal terserap lantaran pemerintah kota atau kabupaten tidak bisa menyediakan lahan. Tapi Kota Palembang bersedia menyediakan lahan seluas seluas 5,7 hektare untuk ipal skala perkotaan dengan menganggarkan dana APBD secara bertahap," ujar dia.

Selain itu, menurutnya tidak mudah untuk mengajak masyarakat terlibat dalam program sanitasi karena sebagai warga enggan membongkar instalasi septic tank yang dimiliki untuk diubah menjadi secara terpusat.

"Masalah lain yang sering ditemukan di lapangan yakni warga tidak mau bersebelahan dengan infrastruktur ipal. Bagi mereka ipal boleh dibangun, asalkan tidak berada di dekat rumahnya," ujar dia.

Salah seorang warga Kelurahan Bukit Sangkal Kecamatan Kalidoni, Palembang, Salamuddin Syafei mengatakan sangat mendukung program tersebut karena dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk maka dibutuhkan suatu infrastruktur dalam pengolahan limbah rumah tangga.

"Umumnya, 'septic' tank berada dalam radius yang cukup dekat dengan sumur tapi warga tidak menyadari bahwa pada dasarnya sumber airnya sudah tercemar," kata dia.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan Hadi Jatmiko membenarkan bahwa tidak mudah bagi pemerintah mengajak masyarakat untuk peduli pada program sanitasi karena sebagian warga enggan direpotkan oleh keberadaan ipal di lingkungannya.

"Untuk program sanitasi, tidak ada cara lain selain pemerintah melibatkan masyarakat. Jika tidak, maka program sanitasi tidak akan jalan. Pemerintah harus membentuk kelompok kerja yang melibatkan masyarakat sekitar, jangan sampai infrastruktur yang sudah dibangun justru tidak terpakai," kata dia.

Program sanitasi ini dijalankan Australia untuk mendukung komitmen Indonesia dalam pembangunan milenium (millenium development goals) yang menyepakati 68,87 persen penduduk Indonesia mengakses air minum yang layak dan 62,42 persen penduduk Indonesia mendapatkan akses sanitasi yang layak pada tahun 2015.

Masyarakat dunia saat ini dihadapkan berbagai persoalan serius akibat kerusakan lingkungan hidup akibat tingkah laku manusia. Kini, persoalan lingkungan pada suatu negara sejatinya juga menjadi persoalan di negara lain.