Palembang (ANTARA Sumsel) - Legenda atau cerita ajang mencari jodoh pada momen perayaan Cap Gomeh di Pulau Kemaro Kota Palembang Sumatera Selatan,hingga sekarang masih dipercayai oleh sebagian warga keturunan Tionghoa.
Setiap tahun perayaan cap gomeh yang dipusatkan di pulau berlokasi di tengah Sungai Musi itu, warga Tionghoa dari penjuru Tanah Air berduyun-duyun datang ke sana, khususnya kaum muda-mudi, karena berharap akan mendapat keberuntungan bertemu jodoh, kata Ketua Panitia Penyelenggara Cap Gomeh Candra Husin di Palembang, Selasa.
Menurut dia, tradisi mencari jodoh di balik perayaan Cap Gomeh telah berlangsung sejak 300 tahun silam, warga Tionghoa khususnya kaum muda-mudi meyakini dengan perayaan keagamaan di Klenteng Hok Ceng Bio digelar di Pulau Kemaro akan dipertemukan jodoh.
Di kelenteng yang dapat ditempuh dengan menyeberang menggunakan sampan motor (sampan bermesin-red) dari dermaga PT Pusri Palembang dalam waktu tempuh lima menit sudah sampai di Pulau Kemaro melakukan ritual sembahyang dan memohon kepada Sang Pencipta.
Biasanya pemerintah setempat setiap perayaan Cap Gomeh menyediakan alat transfortasi air itu bagi para pengunjung secara gratis, kata Candra menjelaskan.
Dijelaskannya, tradisi perayaan Cap Gomeh di daratan Tiongkok adalah hari muda-mudi cari jodoh, zaman dulu anak perempuan tidak boleh ke luar rumah, hanya saat perayaan Cap Gomeh baru diizinkan boleh bertemu dengan anak laki-laki untuk saling mengenal.
Dengan ada kisah atau cerita untuk peruntukan jodoh maka setiap perayaan Cap Gomeh datang ke sini memohon supaya dipertemukan jodoh, kata Susanto, salah satu pengunjung dari Jambi.
Menurut Diah, pengunjung dari Palembang, di Pulau Kemaro berdasarkan cerita ada pohon cinta, kalau menulis nama pria idaman maka hubungannya akan menjadi langgeng dan menjadi jodoh.
Di Pulau Kemaro terdapat pohon cinta yang diyakini masyarakat Tionghoa sebagai pohon jodoh dengan menuliskan nama calon pasangannya.
Menurut legenda, Tan Bu An terjun ke Sungai Musi mencari guci yang dikira sawi asin berisikan emas pemberian orang tuanya, setelah mempersunting putri Palembang bernama Siti Fatimah.
Setelah melihat kekasihnya tak kunjung muncul ke permukaan sungai, sang putripun ikut terjun ke Sungai Musi dan hingga sekarang kedua sijoli itu tak pernah terlihat lagi.
Dari tempat dua sejoli ini terjun, maka munculah Pulau kecil yang tak tenggelam saat Sungai Musi airnya pasang sekalipun, sampai sekarang dikenal dengan nama Pulau Kemaro.
Menurut Candra, tradisi serta legenda inilah menjadikan daya tarik tersendiri bagi masyarakat Tionghoa di Kota Palembang maupun dari penjuru Tanah Air bahkan luar negeri seperti dari Singapura, Malaysia dan Hongkong untuk merayakan Cap Gomeh di Pulau Kemaro.
Setiap tahun perayaan Cap Gomeh tidak kurang dari 70 ribu pengunjung yang sebagian besar warga keturunan Tionghoa untuk merayakannya.
Terlebih lagi di Pulau Kemaro selain kelenteng, juga terdapat pagoda setinggi 45 meter menjadi destinasi wisata yang dicanangkan pemerintah sebagai ajang promosi Kota Palembang, katanya.
Berita Terkait
Menteri LHK sebut ada lebih seribu ekor harimau sumatra di Pulau Sumatera
Rabu, 6 Maret 2024 19:32 Wib
Longsor menutup ruas jalan Pulau Beringin di OKU Selatan Sumsel
Selasa, 5 Maret 2024 20:00 Wib
Longsor sempat lumpuhkan jalan lintas Mekakau-Pulau Berigin OKU Selatan
Minggu, 3 Maret 2024 10:58 Wib
Udin bawa puluhan "tiang putar" ke Pulau Kemaro
Jumat, 23 Februari 2024 21:45 Wib
Kuliner "tanghulu" hadir di perayaan Cap Go Meh Pulau Kemaro
Jumat, 23 Februari 2024 20:15 Wib
Hari Jumat, pengunjung perayaan Cap Go Meh di Pulau Kemaro tetap membludak
Jumat, 23 Februari 2024 18:48 Wib
Maratua, surga biota laut
Minggu, 14 Januari 2024 6:50 Wib
Menjaga Pulau Untung
Selasa, 12 Desember 2023 7:09 Wib