BI: Realisasi lembaga keuangan digital di Sumsel lambat

id Bank Indonesia Wilayah Palembang

BI: Realisasi lembaga keuangan digital di Sumsel lambat

Bank Indonesia (ist) (Foto istimewa)

Palembang (ANTARA Sumsel) - Realisasi Lembaga Keuangan Digital di Sumatera Selatan relatif lambat, karena sejak program "bank tanpa kantor" mulai diperkenalkan Bank Indonesia pada 2013 hanya BRI yang bisa mencetak agen.

Asisten Direktur Bidang Sistem pembayaran Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII, Dadan M Sadrah di Palembang, Rabu, mengatakan, faktor kurangnya pemahaman masyarakat dan tingginya risiko menjadi alasan utama tiga bank lainnya yang ditunjuk BI yakni BCA, BNI, dan Bank Mandiri belum merealisasikan Lembaga Keuangan Digital (LKD).

"Pada prinsipnya empat bank yang ditunjuk BI sudah siap secara infrastruktur, bahkan beberapa sudah uji coba. Tapi, harus diakui baru BRI bisa merealisasikannya dengan memiliki sekitar 3.200 agen di seluruh Indonesia," ujar Deden seusai memberikan sosialisasi mengenai LKD dengan sejumlah pelaku ekonomi di Sumsel.

Ia mengakui, BI membutuhkan tambahan waktu untuk sosialisasi mengingat LKD ini belum begitu dipahami masyarakat meski sangat bermanfaat untuk membantu transaksi keuangan. Melalui jasa seorang agen, seseorang tidak perlu ke bank untuk menabung atau menyetor uang.

"Sebenarnya LKD ini sangat cocok dengan Sumatera Selatan yang daerahnya dikenal sebagai penghasil komoditas karet, dan sawit. Seorang agen dapat bertindak sebagai bank untuk komunitasnya," kata dia.

Terkait peran agen di kawasan perkebunan karet tersebut yang hingga kini belum banyak diminati, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Provinsi Sumsel Taufik Husni mengatakan persoalan keselamatan menjadi alasan mengapa seseorang enggan menjadi agen.

"Apakah jika terjadi sesuatu pihak bank mau bertanggung jawab, apalagi daerah penghasil karet terkenal rawan. Anjungan tunai mandiri saja dibobol" ujar dia.

Menjawab pertanyaan ini, Diputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII Sumsel dan Bangka Belitung Salendra mengatakan perbankan telah memiliki cara untuk mensiasati persoalan tersebut.

Ia mencontohkan, BRI sebagai bank yang dipercaya pemerintah untuk menjalankan LKD telah mengasuransikan seluruh agennya, selain itu memberikan batasan transaksi senilai Rp1 juta.

"Jadi uang ada di agen bisa saja impas karena ada yang menyetor dan ada yang mengambil. Selain itu, Bank Indonesia juga menerapkan aturan ketat bagi seorang agen mengacu pada prinsip kehati-hatian perbankan, meski penentuan seseorang diterima atau tidak tetap ditangan bank," ujar dia.

Bank tanpa kantor yang memanfaatkan jasa agen ini diharapkan membuka akses kalangan masyarakat miskin ke perbankan. Pada akhirnya, seorang agen tak hanya menerima dan menyetor uang ke bank tapi bisa juga menganalisa pengajuan kredit.

Kedalaman askes terhadap perbankan ini diyakini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sementara, berdasarkan hasil data Bank Dunia tahun 2011, akses penduduk Indonesia terhadap bank masih tergolong rendah jika dibandingkan negara-negara tetangga yakni hanya 19,6 persen. Sebagai pembanding, Malaysia 66,7 persen, Fhilipina 26,5 pesen, Thailand 77,7 persen, Vietnam 21,4 persen, India 35,2 persen, China 63,8 persen, Rusia 48,2 persen, dan Brazil 55,9 persen.