Eksistensi Sumatera Selatan sebagai lumbung energi nasional

id pltu, tiga pltu di sumsel, pln

Eksistensi Sumatera Selatan sebagai lumbung energi nasional

PLTG CNG Jakabaring (Foto Antarasumsel.com/13/Feny Selly/Aw)

...Jika semua pembangkit ini jalan, kontribusi Sumsel dalam pemenuhan energi nasional bisa mencapai 10.000 MW...
Palembang (ANTARA Sumsel) - Sumber daya energi seperti minyak bumi, gas bumi, batu bara, dan panas bumi tersebar hampir merata dan demikian berlimpah di Sumatera Selatan yang menjadi provinsi terkaya kelima di Indonesia.
        
Sumsel yang sejak lama surplus dan menopang kebutuhan energi listrik daerah lain, tak berapa lama lagi akan kembali mengukuhkan eksistensinya sebagai lumbung energi nasional.
        
Tiga Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dipastikan akan beroperasi pada tahun ini dan bakal mengirimkan energi listrik yang dihasilkan ke Lampung, Jambi, dan Bengkulu, serta Jawa.
        
Ketiga PLTU itu, PLTU Banjarsari di Lahat dengan kapasitas 2x110 MegaWatt (MW) yang dikembangkan PT Bukit Pembangkit Innovative, PLTU Keban Agung di Lahat dengan kapasitas 2x135 MW oleh PT Priamanaya, dan PLTU Bayung Lincir di Musi Banyuasin dengan kapasitas 2x150 MW oleh PT DSS Power Sumsel.
        
Kepala Bidang Listrik dan Pemanfaatan Energi Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Selatan Marwan Saragih mengatakan di Palembang, Rabu (24/3), pengoperasian tiga PLTU itu akan membantu pemerintah dalam merealisasikan target proyek energi listrik sebesar 35.000 MW hingga 2019, karena daya terpasang yang akan dihasilkan bakal mencapai 790 MW.
        
"Selain berupaya merealisasikan tiga PLTU ini pada tahun ini, Sumsel juga mendorong proyek serupa di beberapa kabupaten, seperti di Pendopo, Sungai Lilin dan Muaraenim," tutur dia.
        
Adapun dua PLTU Mulut Tambang yang saat ini sedang didorong pembangunan dan pengoperasiannya, PLTU Sumsel 7 dengan kapasitas 2x150 MW di Sungai Lilin, PLTU Sumsel 8 dengan kapasitas 2x600 MW di Muaraenim.

Selain itu, pemerintah daerah juga mendorong pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Rantau Dedap dengan kapasitas 2x110 MW, dan PLTP Lumut Balai, Muaraenim, dengan kapasitas 4x55 MW.

"Jika semua pembangkit ini jalan, kontribusi Sumsel dalam pemenuhan energi nasional bisa mencapai 10.000 MW," ujar dia.

Sumatera Selatan sebagai provinsi lumbung energi telah memiliki sejumlah pembangkit energi listrik yang cukup beragam yang dikelola swasta hingga pemerintah, di antara pembangkit listrik "minihindro", pembangkit listrik tenaga uap, pembangkit listrik panas bumi, pembangkit listrik diesel, pembangkit listrik gas.

Hingga kini Sumsel surplus energi listrik dengan daya terpasang sebesar 1.478 MW, daya tampung 1.260 MW dengan beban puncak 643 MW.

Kelebihan energi ini dipasok ke provinsi tetangga ke Lampung, Jambi dan Bengkulu dengan sistem interkoneksi.

Kemampuan Sumsel dalam berkontribusi untuk pemenuhan target energi nasional ini tak lain karena keberadaan sumber mineral batu bara, sehingga PLTU yang dibangun merupakan PLTU mulut tambang.

Cadangan batu bara di Sumsel tergolong besar yakni mencapai 22,24 miliar ton atau 48 persen dari total batu bara di Indonesia. Mineral ini tersebar di Kabupaten Muara Enim 13,6 miliar ton, Lahat 2,7 miliar ton, Ogan Komering Ulu dan Ogan Komering Ulu Timur 0,32 miliar ton dan Kabupaten Musi Rawas sebesar 0,8 miliar ton.

"Sumber energi batu bara di Sumsel sangat berlimpah. Meski sudah berlimpah tapi membangun pembangkit listrik bukan perkara mudah karena banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya mengenai pembebasan lahan untuk jalur transmisi hingga investor," ungkanya.

    
                                                                     Kendala
Direktur Utama PT Pembangkit Bukit Innovative Dadan Kuswandana membenarkan bahwa tidak mudah untuk membangun PLTU, meski sudah menyandang predikat mulut tambang.

PLTU Banjarsari dengan kapasitas 2x115 MW yang mulai dirintis PT PBI pada 2007, baru pada 2015 memasuki tahapan verifikasi kelayakan (COD) dan diperkirakan siap beroperasi pada pertengahan tahun ini.

Proyek ini pun sempat terhenti pada 2009 karena masalah finansial, sebelum akhirnya bergerak kembali di 2011 seiring dengan program MP3I yang diusung pemerintahan era Susilo Bambang Yudhoyono.

Gerakan ini juga tidak mulus karena perusahaan yang dimiliki tiga perusahaan yakni PT Bukit Asam, PT PLN, dan PT Navigate Innovate Indonesia (konsorsium) ini juga dihadapkan pada persoalan pembebasan lahan.

"Setelah mendapatkan pemenang tender dari Tiongkok, justru pemenang ini terkendala biaya karena pengajuankan penawaran terlalu murah. Namun, setelah dibicarakan dengan pemerintah, akhirnya didapatkan titik temu nilai proyek yang baru pada 2011," ujar dia.

Sementara, dari sisi pembebasan lahan seluas 40 hektare, pihaknya harus menghadapi masyarakat yang enggan lahannya dialiri jalur transmisi (untuk kali pertama, PT PLN tidak hanya membeli energi, tapi juga meminta perusahaan swasta menyediakan jalur transmisi). Jalur transmisi proyek ini mencapai 25 kilometer dengan 78 menara.

Pemilik lahan berkeinginan seluruh miliknya dibeli, sementara aturan pemerintah mengatur hanya tanah yang dilewati jalur transmisi.

"Ini tidak mudah, berbeda dengan Tiongkok yang menganut aturan bahwa tidak ada lahan milik warga. Jika negara menginginkan maka harus diserahkan," tukas dia.

PLTU Banjarsari, Lahat, dengan kapasitas 230 Mega Watt diperkirakan mulai beroperasi pada akhir Mei 2015, karena sedang memasuki proses verifikasi proyek.

Nantinya, energi yang dihasilkan dari dua pembangkit berkapasitas 115 MW ini akan dikirim ke Jawa melalui jaringan interkoneksi antara Sumatera dan Jawa.

Sementara itu, Direktur PT BPI Sri Andini mengatakan perusahaannya telah menggelontorkan investasi sekitar 200 juta dolar Amerika Serikat untuk membangun PLTU ini dengan menggunakan teknologi dari Tiongkok.

Dana investasi ini diperoleh dalam bentuk pinjaman jangka panjang dengan BNI sebesar 70 persen, dan pemegang saham sebesar 30 persen.

"Dari investasi yang ditanam ini, diperkirakan tahun ke-10 baru akan kembali dalam bentuk jual energi ke PT PLN, sementara kerja sama dengan PT PLN disepakati selama 30 tahun," ucapnya.

Pemerintah mendorong kalangan swasta terlibat dalam penyediaan listrik bagi masyarakat yang hingga kini masih defisit sekitar 35 ribu MW.

Negara terus mendorong pihak swasta mau menggeluti bisnis pembangkit listrik karena menyadari PLN memiliki keterbatasan dana.

Bagi srikandi kelistrikan Indonesia ini, investor bakal kepincut menanamkan modal apabila pemerintah dapat mengatasi kendala dalam membangun pembangkit listrik, antara lain pengadaan lahan, perizinan investasi, hingga proses penunjukan swasta yang sering memakan waktu lama.

"Usaha energi listrik ini penuh dengan risiko, jika tidak dibantu oleh pemerintah maka peran sektor swasta dalam mencapai target energi 35.000 MW akan sangat minim," tukas dia.