Calon Bupati tak sependapat melegalkan politik uang

id calon bupati, calon bupati musirawas,musirawas, pilkada, pilkada daerah, pilkada serentak, politik uang, money politik

Calon Bupati tak sependapat melegalkan politik uang

Ilustrasi (Foto Antarasumsel.com/Feny Selly/Aw)

....Meskipun nilainya hanya Rp50.000....
Musirawas, (ANTARA Sumsel) - Para calon bupati di kabupaten Musirawas, Sumatera selatan tak sependapat dengan wacana Komisi II DPR RI untuk melegalkan praktik politik uanga (money politik) karena akan memperkeruh pelaksanaan Pilkada pada 2015.

"Meskipun nilainya hanya Rp50.000 yang akan dilegalkan, tapi dampaknya tidak mendidik masyarakat untuk berpolitik," kata salah seorang calon Bupati Musirawas Thamrin Hasan, Jumat.

Ia menilai kalau politik uang itu dilegalkan pada pelaksanaan Pilkada menunjukan hal yang tidak bersih, padahal pemerintah saat ini berupaya keras memberantas korupsi.

Mestinya politik uang itu tidak diperbolehkan dalam aturan, selama ini sudah dilarang pun tetap berjalan apalagi dilegalkan mungkin makin gila.

Peraktik itu akan menguntungkan calon yang punya uang banyak, meski kualitas dan visi-misinya tidak baik dimata masyarakat.

Hal senada juga diungkapkan calon bupati Hj Ratnawati Ibnu Amin karena sistem politik uang akan memberikan gambaran buruk bagi kesejahteraan demokrasi di Indonesia.

"Saya tidak setuju tentang hal tersebut, karena pemilihan calon bupati yang nantinya siapa saja menang itu dikatakan sudah merusak kesejahteraan masyarakat," katanya.

Seorang calon yang menang pilkada dengan menggunakan uang dan bukan atas dukungan masyarakat jelas akan merusak tatatan demokrasi di negeri ini.

Pengamat politik Kabupaten Musirawas Eka Rahman mengatakan melihat Perpres itu dibuat pada asumsi Pilkada yang diselenggarakan pada masyarakat pemilih belum cerdas.

Pemilih yang baik itu diselenggarakan bersih dan fair serta para calon mengedepankan visi dan misi serta program dibanding cara-cara transaksional.

"Padahal Pilkada saat ini mayoritas dilaksanakan dalam kondisi sebaliknya, jadi bukan aturan Perpres karena akan sia-sia," ujarnya.

Hal tersebut tidak akan efektif dan maksimal membatasi aspek transaksional dalam Pilkada, bahkan mungkin akan saling lapor saat kalah menggunakan aturan itu, karena praktiknya hampir mayoritas kandidat menggunakan cara-cara serta metode yang sama, hanya kuantitas dan kualitasnya yang beda, tambahnya.