Akankah mereka bersatu untuk sepak bola Indonesia?

id sepakbola indonesia, sepak bola, timnas indonesia, timnas, tim nasional sepak bola, pssi, menpora

Akankah mereka bersatu untuk sepak bola Indonesia?

Ilustrasi - Suporter timnas Indonesia meneriakkan yel-yel dukungan kepada pasukan Garuda Muda Indonesia. (FOTO ANTARA)

....Dari mana Indonesia mendapatkan pemain Timnas jika tidak ada tempat untuk menyeleksi....
Palembang, (ANTARA Sumsel) - Kisruh persepakbolaan Tanah Air entah akan bermuara kemana, karena hingga kini Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) belum menemukan titik temu setelah dilakukan pembekuan oleh pemerintah pada 17 April 2015.

Pro dan kontra atas tindakan tegas pemerintah itu pun tak terhindarkan karena harus diakui bahwa sepak bola menjadi olahraga terfavorit di negeri ini, terlepas dari ketidaklinierannya dengan prestasi Tim Nasional (Timnas).

Pelatih Timnas Indonesia Benny Dollo menyayangkan kejadian ini jika pada akhirnya berujung pada penghentian kompetisi liga profesional yang musim ini telah berganti nama dari Indonesia Super League menjadi QNB League.

Menurutnya, bagaimana mungkin Indonesia memiliki skuat Timnas yang berkualitas jika tidak ada kompetisi di dalam negeri.

Sementara, Timnas akan menjajal sejumlah turnamen tingkat regional dan internasional yang sudah menjadi agenda rutin tahunan.

"Di mana pemain akan diukur kualitasnya jika tidak ada kompetisi. Dari mana Indonesia mendapatkan pemain Timnas jika tidak ada tempat untuk menyeleksi," kata Bendol, sapaan akrabnya di Palembang, Kamis (23/4).

Untuk itu, pelatih Sriwijaya FC ini berharap berbagai pihak terkait mengupayakan agar kompetisi ini tetap berlanjut karena sejatinya ruh sepak bola berada di kompetisi.

Persoalan yang terjadi antara PSSI dan Kemenpora seharusnya dicarikan jalan tengahnya, sehingga yang ditemukan adalah solusi, bukan pertikaian.

"Saya rasa, harapan saya, seluruh pelatih di Indonesia, pemain, dan pencinta sepak bola, maunya kompetisi tetap berlanjut. Tapi jika ditanya bagaimana caranya, saya `no comment` karena ini bukan ranah saya, orang-orang (PSSI dan Kemenpora) di sana yang lebih tahu," ujar Bendol.



Tetap Berlatih

Di tengah ketidakpastian keberlangsungan kompetisi ini, sejumlah klub di Indonesia tetap menjalankan program latihan seperti biasa, seperti yang dilakukan tim asal Sumatera Selatan, Sriwijaya FC.

Asisten Pelatih Sriwijaya FC Hartono Ruslan mengatakan bahwa timnya tetap mengacu pada surat yang dilayangkan PT Liga Indonesia (operator kompetisi profesional) bahwa kompetisi QNB League akan dilanjutkan kembali pada 25 April 2015 dengan diikuti 18 klub.

Sementara, berdasarkan jadwal tersebut, "Laskar Wong Kito" dijadwalkan menjamu Persib Bandung di Palembang pada 3 Mei 2015.

"Tim mengacu pada jadwal yang diterima, jadi saat ini sedang masa persiapan menghadapi Persib Bandung. Mau jadi atau tidak, itu urusan nanti. Intinya tim fokus menyiapkan diri dulu," kata Hartono.

Meski telah memiliki acuan dalam bekerja yakni jadwal kompetisi, tapi Hartono tidak menampik bahwa kisruh yang terjadi antara Kemenpora dan PSSI ini juga mempengaruhi psikologis pemain.

"Setiap sesi latihan, para pemain selalu bertanya, jadi tidak bertandingnya ?. Dari sini kan terlihat bahwa mereka juga bingung karena berpikir latihan-latihan terus, ya untuk apa jika tidak ada kompetisinya," ujar dia.

Terganggunya kondisi psikologis ini juga tidak dibantah oleh salah seorang pemain Sriwijaya FC, Fachruddin Ariyanto.

Ia yang memiliki ambisi meraih gelar bersama Sriwijaya FC pada musim ini mengaku tidak nyaman atas kondisi ini karena tidak ada kepastian mengenai keberlangsungan kompetisi.

"Apa tidak bisa dilakukan secara bertahap perbaikannya. Saya dan teman-teman lain tentunya sepakat jika ingin memperbaiki PSSI, tapi janganlah sampai menghentikan kompetisi," kata pemain berusia 26 tahun ini.

Sebagai pelaku sepak bola, Fachruddin mengantungkan harapan pada setiap musim terkait karir di Tim Nasional.

Menurutnya, karir pesepak bola ada kurun waktunya yakni mencapai masa keemasan di usia antara 25 hingga 30 tahun sehingga kehilangan satu musim menjadi suatu kerugian.

"Cita-cita pemain itu pasti ingin memperkuat Timnas. Setiap pemain akan bermain `all out` di klub untuk bisa dipanggil memperkuat Timnas, tapi jika kompetisi tidak ada, lantas bagaimana," ujar pemain belakang asal Klaten ini.

Ia mengharapkan, berbagai pihak terkait dapat merendahkan ego antarlembaga demi masa depan sepak bola Indonesia.

Harapan serupa juga disampaikan asisten pelatih Sriwijaya FC Hendri Susilo yang mengajak berbagai pihak yang bertikai untuk bersinergi dalam mengembalikan prestasi sepak bola Tanah Air.

Baginya, bukan sesuatu yang mustahil jika Timnas Indonesia meraih kembali kejayaan pada tahun 60-an hingga 70-an asalkan para pemegang kepentingan di sepak bola mau bersatu.

"Jika semua mau berpikir, satu untuk sepak bola Indonesia dan satu untuk bangsa ini maka tidak akan ada lagi kepentingan golongan di dalamnya," kata Hendri.



Belum Ada Titik Temu

Letupan api, sejatinya sudah ada sejak awal musim dengan ditundanya "kick off" dari 20 Febuari menjadi 4 April 2015 karena sejumlah klub belum melengkapi sejumlah dokumen prinsipil menurut Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI), yakni pembayaran pajak dan bukti pelunasan gaji pemain musim lalu.

Kemudian, BOFI mengeluarkan rekomendasi kedua yakni tidak memasukkan Arema Cronus dan Persebaya karena bermasalah dalam legalitas kepemilikan klub sehingga hanya meloloskan 16 klub.

Namun, rekomendasi BOPI itu diabaikan PT Liga Indonesia (operator kompetisi) dengan tetap mengikutkan 18 klub dalam kompetisi QNB League dan memulai kompetisi pada 4 April 2015.

Langkah PT LI ini membuat konflik semakin meruncing karena pemerintah melarang memberikan izin keramaian kepada kepolisian, sehingga berujung dengan penghentian kompetisi pada 12 April setelah baru berjalan satu pekan (2-3 pertandingan). Alasan penghentian ketika itu yakni menunggu hasil KLB PSSI.

Lalu, masih terkait persoalan Arema dan Persebaya itu, pada 17 April 2015, Kemenpora mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 01307 tahun 2015 berupa saksi administrasi kepada PSSI atau satu hari sebelum perhelatan KLB PSSI. 

Sementara itu, pasca pembekuan PSSI ini berbagai pihak terkait saling beradu pernyataan di sejumlah media massa dengan mengemukakan dalil masing-masing sebagai pembenaran atas tindakan yang dilakukan.

Kedua lembaga pun tidak berkomunikasi secara langsung karena pertemuan-pertemuan yang digagas selalu batal terlaksana karena kesibukan Menpora Imam Nahrawi mengawal perhelatan Piala Presiden di Palembang. 

Pada intinya, Kemenpora merasa telah bertindak benar atas sanksi adminstrasi yang diberikan kepada PSSI, yakni tidak mengakui semua kegiatan yang berada dibawah PSSI termasuk pelaksanaan liga profesional.

Tindakan tegas pemerintah ini dilatari pengabaian PT Liga Indonesia yang tetap memasukkan Arema Cronus dan Persebaya dalam kontenstan QNB League 2015, atau melawan rekomendasi Badan Olahraga Profesional Indonesia.

Sebagai solusi atas pembekuan PSSI ini, Kemenpora akan membentuk tim transisi dengan menunjuk Ketua Komite Olahraga Indonesia Rita Subowo sebagai ketua, yang berfungsi mengantikan peran PSSI secara administrasi, termasuk dalam mengawasi liga profesional.

Tak kalah sengit, PSSI pun gencar menuding pemerintah tidak bertindak sesuai dengan kewenangannya, mengingat PSSI merupakan organisasi yang harus independen atau tidak dapat diintervensi pemerintah. 

Lebih esktrim, PSSI mewujudkan ketidasukaannya dengan melayangkan gugatan ke Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN).

Lantas, kemanakah muara dari kisruh ini terutama mengenai keberlangsungan kompetisi karena kondisi teranyar saat ini, Mabes Polri tidak mengeluarkan izin keramaian QNB League karena mengacu pada surat keputusan Kemenpora.



Peringkat 159

Terkait dengan persoalan ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla pun unjuk bicara yang pada dasarnya mengharapkan berbagai pihak terkait bisa menyelesaikan persoalan ini secara baik.

"Saya minta diselesaikan secara baik antara mereka," kata JK beberapa waktu lalu.

Awalnya, pemerintah menjadikan musim kompetisi ini sebagai momentum untuk membenahi sepak bola profesional di Indonesia.

"Banyak yang terjadi di sepak bola Indonesia, mafia skor, judi, hingga prestasi yang merosot. Ini yang harus diperbaiki," kata Menpora Iman Nahrawi beberapa waktu lalu.

Beberapa waktu lalu, Indonesia menjadi sorotan di mata dunia setelah seorang pemain bola asing asal Portugal Diego Mendieta meninggal dunia karena sakit pada 2012 setelah sempat terkatung-katung di Solo lantaran penunggakan pembayaran gaji hingga tujuh bulan.

Cerita lainnya yakni mengenai pesepak bola asal Rusia, Sergei Litinov yang terpaksa bekerja di warung jus di Solo karena tidak menerima gaji hampir selama tiga bulan. Pemain profesional ini akhirnya dideportasi pemerintah ke Rusia karena telah melewati masa tinggal, pada Juli 2014.

Tak kalah tragis, kisah lainnya juga dialami pemain lokal yang kerap tidak menerima gaji selama berbulan-bulan, seperti yang terjadi pada 2013. Belasan pemain PSMS Medan mendatangi kantor PSSI di Jakarta untuk berujuk rasa setelah 10 bulan tidak menerima gaji.

Namun, upaya itu ternyata tidak mulus karena penyakit yang ada sudah menahun, termasuk persoalan kebiasaan klub yang tidak secara rutin membayar pajak, hingga menunggak gaji pemain.

Keadaan ini semakin mempertegas bahwa kebobrokan sepak bola ini sejatinya pangkal persoalan mengapa prestasi Timnas di kancah internasional semakin melorot.

Dari sisi industri sepak bola, Indonesia patut berbangga karena menjadi bidikan klub-klub elit dunia untuk berkunjung mengingat jumlah warganya mencapai 1/6 penduduk dunia. Belum lagi, kemeriahan liganya dengan predikat terbesar di Asia jika merunut jumlah penonton.

Namun, di balik itu, ada sebuah catatan hitam. Belum lama ini FIFA merilis daftar peringkat negara per 9 April 2015 yang menempatkan Indonesia pada urutan 159 atau di bawah negeri seumur jagung Timur Leste yang berada pada urutan 152.

Negara tetangga Timor Leste sukses melampaui Indonesia di tangga klasemen FIFA setelah sukses menekuk Mongolia di tandang dan kandang, pada kualifikasi Piala Dunia 2018.

Vietnam masih jadi negara AFF yang menduduki posisi tertinggi di klasemen FIFA (125), disusul Filipina di peringkat 139. Kemudian Thailand - yang juga menelan kekalahan kala uji coba melawan Kamerun - berada di peringkat 142.

Negara anggota AFF lain yang berada di bawah Indonesia antara lain Singapura (162), Malaysia (164), Laos (178), Kamboja (179) dan terakhir Brunei Darussalam di posisi 183.

Lantas, apakah mereka mau bersatu demi sepak bola Indonesia karena sanksi FIFA sudah di depan mata ?.