Si Profesor batu dari Rawa Bening

id batu akik, batu alam, rawa bening

Si Profesor batu dari Rawa Bening

Ikhsan (kanan) menjadi juri pada kontes batu akik Festival Batu Akik Sumatera Selatan di Palembang, Jumat (5/6) (Foto Antarasumsel.com/Dolly Rosana/15)

...Ini karena sudah terbiasa saja, sejak kecil sudah melihat pembuatan batu akik, mulai dari memotong, mengosok, hingga membingkai. Jadi, sudah pakai 'feeling' saja...
Palembang (ANTARA Sumsel) - Ikhsan, pria berusia 55 tahun yang kesehariannya berdagang batu akik di Rawa Bening, Jakarta, mendapat nama panggilan baru seiring dengan demam batu alam yang melanda masyarakat di seluruh daerah.
         
Tak tanggung-tanggung, dia dipanggil profesor oleh kalangan perbatuan yang biasa menyambangi Rawa Bening, lokasi penjualan batu akik terbesar di Asia Tenggara.

Gelar prestisius yang lazim disematkan pada kalangan akademik peseorangan atas kepakaran ini dianggap pantas bagi Ikhsan karena dia dipandang lingkungannya sangat piawai dalam menilai batu akik.

Kelebihan yang mencolok dari kakek satu cucu ini, yakni dapat memastikan keabsahan sebuah batu akik (batu alam dalam negeri)--asli atau palsu-- beserta kandungan di dalamnya hanya menggunakan alat bantu senter penerang.

Tidak heran jika dia dijadikan tempat berkonsultasi para kolektor batu akik untuk memastikan keaslian, jenis, komposisi, hingga nilai jual. Di Rawa Bening hingga kini tak lebih dari lima orang yang mendapatkan gelar profesor ini.

"Ini karena sudah terbiasa saja, sejak kecil sudah melihat pembuatan batu akik, mulai dari memotong, mengosok, hingga membingkai. Jadi, sudah pakai 'feeling' saja. Akan tetapi, saya juga tidak percaya jika ada orang yang benar-benar paham 100 persen soal batu akik," kata Ikhsan yang dijumpai di sela Festival Batu Akik Sumatera Selatan di Palembang, Jumat (5/6).

Kepiawaian ayah dua anak ini bukan didapatkan serta-merta, melainkan berkat ketekunannya dalam mengeluti bisnis batu sejak 30 tahun lalu.

Ia mengemukakan bahwa kesukaan ini bermula dari sang ayah tercinta yang menjadi pedagang pengikat batu di Rawa Bening.

"Sejak kecil saya memang suka dengan batu, senang melihat seni yang ada di dalamnya, warna, serat, dan asal usulnya. Itulah saya tidak bisa fanatik dengan hobi pada satu jenis batu saja," kata pedagang yang memiliki gerai di lantai satu Pasar Rawa Bening ini.

Lantaran itu Ikhsan pun tidak pernah menyesal ketika memutuskan berhenti dari tempat bekerja karena ingin fokus berbisnis batu akik.

Setelah selesai kuliah di Universitas Jayabaya dengan mengambil jurusan ekonomi perusahaan, dia yang sempat bekerja di sebuah perusahaan swasta selama enam bulan memutuskan untuk fokus berdagang batu alam.

Meski berdagang batu, dia juga tetap menjalani hobi sebagai kolektor dan ternyata kesukaan ini menurun pada anak pertama.

"Seperti kata orang, yang paling enak itu jika bekerja seiring dengan hobi, dan bersyukur sekali saya merasakan itu. Jika ada batu bagus, biasanya saya simpan dulu untuk dipandang dan dilihat-lihat, nanti jika sudah bosan baru dijual," kata Ikhsan sambil tertawa.

Karena kemahirannya di bidang batu akik ini, Ikhsan pun tidak memungkiri mendapatkan sejumlah keuntungan di masa deman batu akik ini.

 Tangan dinginnya yang andal dalam memilih batu kerap digunakan rekan sesama pebisnis ketika memilih bahan.

"Batu yang saya pilih (masih bahan berbentuk butiran, red.) sering diambil teman. Batu yang dengan harga per butir Rp50 ribu bisa melonjak jadi Rp500 ribu ketika sudah masuk lemari kaca," kata dia.  
    
Konsumen yang datang pun mulai beragam, dari artis, pejabat, hingga anggota DPR. 

Tak terhenti di situ, saat ini Ikhsan juga kebanjiran permintaan menjadi juri kontes batu di beberapa kota di Indonesia.

Padahal, dia sama sekali belum pernah mengeyam pendidikan formal terkait dengan batu alam ini.

"Sekolah mengenai batu ini adanya di Hong Kong, itu pun khusus untuk batu mulia, yang batu akik belum ada. Ke depan, saya dan rekan-rekan mendorong ada sekolahnya dengan menggaet kalangan autodidak dan gemolog dari pemerintah," kata dia.

 Taklupa, Ikhsan pun membangun komunitas para pedagang batu akik di Rawa Bening, Purna Cakra, untuk menjaga kesejahteraan para pedagang dan membesarkan batu alam dalam negeri.

Menurut dia, pemerintah harus turun tangan dalam mengangkat potensi ekonomi yang ada pada bisnis batu akik ini, terutama dalam membawa batu alam khas Indonesia menembus pasar dunia.

Batu akik ini tidak bisa disamakan dengan produk terdahulu yang sempat "booming", seperti ikan lohan dan tanaman gelombang cinta atau burung cucakrawa.

"Ini beda, banyak keunggulannya seperti benda mati yang tidak perlu perawatan seperti beda hidup, memiliki unsur kelangkaan karena sulit didapatkan, dan bisa jadi investasi," kata dia.

Ia percaya kehebohan dalam batu akik ini dilatari karena masyarakat baru mengetahui potensi batu alam yang dimiliki Indonesia. Berbeda dengan penduduk di belahan dunia lainnya yang sejak lama berburu batu akik asal Indonesia.

"Artinya, ini tinggal dikelola saja, jangan hilang begitu saja. Saya dan teman-teman berharap 'deman' batu akik ini dapat dikemas sedemikian rupa oleh pemerintah untuk menyejahterakan rakyat," kata dia.