Mengapa mereka terpedaya jasa "bank keliling" ?

id lkm, lembaga keuangan mikro, pedagan g pasar, bawang merah

Mengapa mereka terpedaya jasa "bank keliling" ?

Paridah (70), pedagang bumbu dapur di Pasar Perumnas Palembang yang menjadi korban penipuan jasa bank keliling. (Foto Antarasumsel.com/Dolly Rosana/15)

...Artinya, peluang terjadi penyalahgunaan itu besar sekali karena asas yang dipergunakan adalah asas kepercayaan. Bukan seperti bank yang sangat ketat dalam persyaratan dan jaminan...
Palembang (ANTARA Sumsel) - Pekan ini menjadi masa menyedihkan bagi ratusan pedagang di Pasar Perumnas Palembang, Sumatera Selatan karena mereka secara berjemaah telah ditipu oleh si penjual jasa 'bank keliling' yang memiliki reputasi baik selama 20 tahun.
     
Harapan memegang uang untuk biaya mudik ke kampung halaman harus pupus setelah Eri, sapaaan akrab si bank keliling, berhasil membawa kabur semua uang tabungan pedagang yang diperkirakan mencapai Rp1 miliar.
     
Eri, perempuan berusia sekira 45 tahun yang saat ini menjadi buronan Polsek Sako Palembang ini, telah lari dari tanggung jawab setelah terlebih dahulu menjual rumah tempat tinggal dan aset pribadi berupa ruko dua lantai.
     
Salah seorang korban, Paridah (70) mengatakan sangat sedih atas keadaan ini karena uang yang ditabung hari demi hari sejak sepuluh bulan lalu itu raib begitu saja.
     
Ia mengatakan sama sekali tidak mencurigai Eri meskipun yang bersangkutan menawarkan jasa secara pribadi atau tidak berada di bawah lembaga resmi seperti bank, koperasi, dan lainnya.
     
Akibatnya, tak hanya nenek Paridah, ratusan pedagang lain juga terjerat dengan kerugian berkisar Rp5 juta hingga Rp200 juta setelah menyimpan dana tabungan selama satu hingga dua tahun untuk beragam kebutuhan, seperti sekolah anak, membayar kontrakan, tambahan modal, hingga umrah.
     
"Semua orang  di pasar ini nabungnya sama Eri. Nenek sendiri Rp30 ribu per hari, dan rencananya satu pekan sebelum puasa mau diambil, lumayan ada simpanan Rp7 juta. Tapi kenyataannya sangat menyedihkan, sungguh tidak menyangka karena selama ini tidak ada masalah," kata Paridah yang dijumpai ketika sedang berdagang di Pasar Perumnas, Selasa (16/6).
     
Menurut nenek Paridah, sapaan akrabnya, kepercayaan ini dilatari karena sudah dua kali menabung dan sama sekali tidak mendapatkan kendala ketika akan menarik dana.      
     
Ia menjelaskan, penabung hanya memberikan uang jasa sukarela berkisar Rp50 ribu---Rp100 ribu setelah uang diterima, kata ibu dari delapan anak ini.
     
"Semua lancar, sama sekali tidak ada masalah. Bahkan saya juga mengambil kredit barang dengan Eri. Saya hanya berharap Eri datang dan mengembalikan uang, semoga saja ia sedang ada masalah kecil sehingga tidak bisa pergi ke pasar," kata Nenek penjual bumbu dapur sejak delapan tahun lalu ini.
    
Tak terhenti di sini, kesedihan Nek Paridah juga bertambah karena dua anaknya yang juga berdagang di pasar tersebut juga terpedaya si 'bank keliling' ini. 
     
Menurutnya, kerugian dari masing-masing anaknya, berkisar Rp5 juta karena telah menabung sejak bulan September tahun lalu Rp20.000 per hari.
     
Pedagang lainnya, Budi Suparman, juga harus gigit jari pada Lebaran kali ini. 
     
Pedagang tempe di pasar tradisional itu juga mengalami kerugian akibat ulah si bank keliling mencapai Rp14 juta setelah menabung sekitar satu tahun dengan nominal Rp50 ribu per hari.
     
"Katanya, Eri ingin mengantarkan anak kuliah di Jakarta, tapi nyatanya tidak pulang-pulang, dan sudah jual semua harta di sini, sampai ibu kandungnya juga sudah dibawah. Ini rupanya yang membuatnya sejak setengah tahun terakhir tidak memberikan pinjaman lagi, tapi hanya menawarkan tabungan," kata Budi.
     
Budi pun sama seperti Nek Minah terpedaya oleh rekam jejak Eri yang nyaris tanpa cacat selama dua dekade. 
     
Ia pun sudah beberapa kali memanfaatkan jasa 'bank keliling' ini, seperti membeli perangkat elektronik dengan cara kredit hingga menyimpan dana sebanyak empat kali. 
     
"Saya mulai dagang tahun 1996 dan Eri sudah ada saat ini dengan usaha tabungan dan kredit barang. Jadi bagaimana saya tidak percaya seperti halnya pedagang lain, apalagi rumahnya ada di dekat pasar, setiap hari bertemu, dan seluruh pedagang di pasar ini hanya tahunya dengan dia, tidak ada saingan lagi," kata dia.
     
Akibat kejadian ini, Budi mengaku jera untuk menggunakan jasa bank keliling perorangan yang ilegal. 
     
Lantaran masih trauma atas kejadian ini, Budi untuk sementara menyimpan uang di 'bawah bantal' karena untuk ke bank terbilang repot jika sekadar untuk menabung Rp50 ribu per hari.
     
"Sebenarnya, para pedagang mau jika ada agen resmi dari bank semisal Bank Mandiri, BRI atau BNI. Hingga kini tidak ada yang seperti itu, sementara pedagang sangat membutuhkan sarana untuk menabung karena jika disimpan di rumah, pasti tidak terkumpul karena akan terpakai kebutuhan sehari-hari," kata dia.

                                                               Peran OJK    
Kepala Pengaturan LKM OJK Naumi Triyuliami mengatakan kejadian seperti ini kerap berulang di masyarakat sehingga melatari Otoritas Jasa Keuangan mendorong penetrasi dan profesionalisme Lembaga Keuangan Mikro (LKM) berbadan hukum.
     
LKM yang legal secara hukum dan diatur serta diawasi OJK ini, diharapkan memberangus praktik rentenir dan bank keliling karena mampu menawarkan bunga yang rendah, kemudahan dalam proses, serta tidak memerlukan jaminan (rencananya akan dirancang suatu lembaga penjamin simpanan LKM yang dikelola bersama oleh beberapa LKM dan pemerintah daerah).
     
Naumi dalam pelatihan jurnalistik wartawan se-Sumbagsel pada pekan lalu, mengatakan, untuk mewujudkan LKM yang berorientasi pada perlindungan konsumen ini OJK telah memiliki perencanaan sesuai dengan Undang-Undang.
     
Berdasarkan amanat UU itu, OJK yang mulai berdiri pada tahun 2014 diharuskan menginvetarisasi LKM di seluruh Indonesia hingga batas waktu 1 Januari 2015, untuk dilanjutkan ke tahapan pengukuhan LKM atau pemberian izin operasional (1 Januari 2015-1 Januari 2016).
     
Dalam fase inventarisasi, OJK hanya mampu mendata sebanyak 19 ribu dari total 638 ribu lantaran rendahnya respon dari pemerintah kabupaten/kota.
     
"Fase inventarisasi sudah terlewati, kini OJK fokus pada pengukuhan LKM dengan terlebih dahulu mengharuskan LKM berbadan hukum yakni memilih menjadi koperasi atau perseroan terbatas," kata dia.
     
Ia menjelaskan, koperasi akan dibina Kementerian Koperasi dan UMKM, sementara PT akan dibawah OJK. Selain itu, ada juga koperasi LKM, yang perizinannya di koperasi tapi pengaturan jasa keuangan di OJK. 
     
"Koperasi LKM ini cocok sekali bagi yang ingin berbadan hukum koperasi tapi ingin berekspansi dalam anggota. Apapun silakan, yg penting cepat-cepat berbadan hukum agar bisa mendapatkan izin dari OJK," kata dia. 
     
Berdasarkan UU Nomor 1 tahun 2013 tentang LKM dinyatakan bawah pemilik LKM akan terkena sanksi pidana penjara hingga denda jika tetap menghimpun dana dari masyarakat jika tidak memiliki izin dari OJK.
     
"Sebetulnya aturan tegas ini tidak ada maksud lain, kecuali untuk melindungi konsumen. Seperti diketahui, LKM ini sangat rawan sekali karena dari sisi pendidikan dan hukum sangat lemah sekali, jadi sangat perlu diawasi dan diatur, apalagi penetrasinya di masyarakat mencapai 90 persen lebih," kata dia.

                                                                 BMT Sriwijaya
Pimpinan lembaga keuangan mikro berbasis syariah Baitul Maal Wat Tamwil Sriwijaya Palembang Nurman mengatakan dalam waktu dekat segera melegalisasi koperasi simpan pinjam miliknya.
     
Keinginan untuk berbadan hukum itu bukan semata-mata takut atas sanksi pidana yang akan dikenakan pemerintah jika tetap menghimpun dana dari masyarakat tanpa izin, tapi lebih kepada keinginan untuk lebih profesional dalam berbisnis.
     
"Tentunya sebagai pemilik, saya juga ingin membesarkan BMT ini. Jika tidak ada badan hukum, bukan hanya terkena sanksi pidana tapi juga tidak dapat besar dalam skala bisnis. Artinya, pemilik hanya mengandalkan modal sendiri dan simpanan wajib dan pokok dari anggota yang terbilang tidak seberapa," kata dia yang dijumpai di kantor BMT-nya di Jalan Trikora Lorong Serasan Nomor 1337 Demang Lebar Daun.
     
Jika, sudah berbadan hukum maka BMT-nya dapat menerima kuncuran pinjaman dari bank (berbasis syariah), BPR, hingga program pemerintah dengan bunga khusus untuk LKM.
     
"Tahun ini ada dana bergulir Rp250 miliar yang diperuntukkan bagi LKM di Sumsel, tapi LKM yang harus berbadan hukum dan memiliki izin OJK. Ini adalah peluang untuk membesarkan BMT saya," kata dia yang mulai memulai usaha BMT pada 2013 ini.
     
Keinginan Nurman untuk membesarkan LKM ini tak lain lantaran mengamati kondisi di masyarakat golongan menengah ke bawah yang kerap terjerat rentenir dan bank keliling.
     
"Pinjam uang Rp1 juta maka kembalinya Rp1,3 juta, sementara di BMT hanya 1,025 juta. Dari sini kan beda sekali, para peminjam yang umumnya pengusaha UMKM ini akan terbantu sekali karena ada kemampuan mengembalikan," kata dia yang mengawali pendirikan BMT ini setelah mendapatkan dana bantuan Lembaga Sosial Kemasyarakatan dari Kemenpora tahun 2013.
     
Tapi, ia melanjutkan, upaya untuk membantu itu kerap terkendala oleh kurangnya modal. 
     
"Uang yang bisa digulirkan hanya Rp200 juta, dan nyaris tidak ada yang mengendap karena daftar tunggu saja mencapai 10 orang apalagi jelang Ramadhan ini, untuk modal usaha," kata dia.
     
Modal ini menjadi kendala utama karena sebagian besar anggota yang berjumlah 60 orang lebih suka meminjam dibandingkan menabung.
     
Lantaran itu, Nurman pun membulatkan tekad untuk segera melegalisasi LKM ini agar mendapatkan tambahan modal sehingga bisa lebih banyak membantu pelaku UMKM.
     
Jika sudah berbadan hukum dan memiliki izin dari OJK, Nurman berniat berekspansi dalam mengumpulkan dana masyarakat.
     
"Sempat mengikuti acara literasi OJK dan diterangkan bahwa LKM harus berbadan hukum. Sementara ini, masing menimbang-nimbang mencari yang cocok apa, koperasi atau PT, atau koperasi LKM," kata Nurman.
     
Ia mengatakan, legalisasi dan izin operasional LKM ini sangat penting karena keberhasilan dan kegagalan suatu LKM sangat ditentukan oleh pemiliknya. 
     
"Artinya, peluang terjadi penyalahgunaan itu besar sekali karena asas yang dipergunakan adalah asas kepercayaan. Bukan seperti bank yang sangat ketat dalam persyaratan dan jaminan," kata dia.
     
Pembenahan LKM menjadi fokus perhatian OJK terutama mengenai kejelasan status hukum (legalitas) karena melalui cara ini LKM akan semakin dipercaya masyarakat karena sudah berorientasi pada perlindungan konsumen.