Ahli: Antisipasi kebakaran lahan masih slogan

id Kebakaran lahan, kebakaran hutan, lahan sawit

Ahli: Antisipasi kebakaran lahan masih slogan

Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumsel memadamkan api yang membakar lahan di dekat permukiman warga di Desa Simpang Pelabuhan Perbatasan Palembang-Indralaya, Sumsel (Foto Antarasumsel.com/Nova Wahyudi/15/den)

...Asal keroyokan pasti bisa, misal presiden meminta batuan korporasi untuk membina desa agar menerapkan pertanian ramah lingkungan (tidak membakar lahan), meminta Singapura dan Malaysia untuk mengedukasi petani mengenai pertanian yang ramah lingkung
Palembang (ANTARA Sumsel) - Ahli tata kelola air dan hidrologi Universitas Sriwijaya Momon Sodik Imanudin mengatakan gerakan antisipasi kebakaran hutan dan lahan masih dalam slogan sehingga persoalan ini menjadi penyakit akut yang tak kunjung selesai selama bertahun-tahun.
         
"Mengapa ini terjadi selama bertahun-tahun ?. Jawabannya karena semua sibuk pada aksi memadamkan bukan mencegah. Langkah antisipasi masih dalam slogan, jika pun ada, terbilang minim sekali," kata Momon di Palembang dalam diskusi bersama sejumlah wartawan.
         
Ia mengatakan, agar tindakan pencegahan ini terkelola dengan baik maka sudah saatnya pemerintah mendirikan badan khusus.
         
Namun, jika hal ini tidak memungkinkan maka harus mengaktifkan pengawasan ke dinas-dinas terkait mengenai pelaksanaan program-program pencegahan kebakaran hutan dan lahan, contohnya pembuatan reklame peringatan dini di kawasan yang berpotensi terjadi kebakaran lahan.
         
"Coba lihat saja di kawasan Palembang-Inderalaya, sama sekali tidak ada peringatan dini sejak Februari seperti larangan membuat putung rokok. Padahal kawasan ini sangat rawan terbakar di musim kemarau. BMKG juga tidak membuat peringatan yang cukup gencar mengenai pengaruh el nino sehingga petani bersiap sedari awal," kata dia.
         
Menurutnya, dengan pengawasan untuk tindakan pencegahan ini, maka setiap dinas terkait akan mengajukan kebutuhan sarana dan prasarana pada setiap tahun anggaran.
         
"Ini tidak, saat kebakaran hutan terjadi, barulah bicara kurang sarana dan prasarana," kata dia.
         
Namun yang terpenting dalam tindakan pencegahan ini yakni melibatkan warga masyarakat yakni bagaimana caranya agar mereka tidak membakar untuk membersihkan lahan.
         
Untuk itu, pemerintah harus mengeluarkan program kompensasinya, seperti menyediakan eskavator, traktor, dan petugas yang mendampingi di setiap desa, khususnya desa yang berpotensi membakar lahan pada setiap masa tanam tiba.
         
"Jika tidak ada program kompensasinya, maka percuma karena warga akan kembali bertanya, jika tidak membakar, lantas bagaimana ?. Mereka ini terlalu miskin dan pasti tidak mampu untuk mengusahakan sendiri, ini juga yang menjadi akar persoalan," kata dia.
         
Untuk itu, di tengah keterbatasan dana, sudah saatnya pemerintah membuka diri dengan menerima bantuan dari negara-negara tetangga yang bersedia membantu yakni Singapura dan Malaysia.  
    
"Asal keroyokan pasti bisa, misal presiden meminta batuan korporasi untuk membina desa agar menerapkan pertanian ramah lingkungan (tidak membakar lahan), meminta Singapura dan Malaysia untuk mengedukasi petani mengenai pertanian yang ramah lingkungan, dan lainnya," kata dia.
         
Kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan telah mengakibatkan bencana nasional kabut asal hingga ke Singapura dan Malaysia.
         
Sementara ini, sebanyak 9.300 hektare lahan sudah terbakar dalam dua bulan terakhir.