Kisah pempek 'meledos' sukses rebut pasar

id pempek, pempek melidos, rebut pasar, dedy, pengusaha empek empak

Kisah pempek 'meledos' sukses rebut pasar

Wirausaha muda Pempek Meledos, Dedy Kurniawan. (Foto Antarasumsel.com/16/Dolly Rosana)

....Awalnya saya bosan, sudah lama bekerja tapi penghasilan begitu-begitu saja. Kemudian saya berpikir, kenapa tidak coba jualan makanan secara online...
Jemu dengan penghasilan pas-pasan sebagai karyawan perusahaan swasta membuat Kgs Choirul Dedy Kurniawan (24) melirik bisnis kuliner sebagai peluang untuk menambah penghasilan.

Berbekal banyaknya relasi karena telah lama berkecimpung di dunia hiburan dengan menjadi pembawa acara di televisi dan radio, Dedy kemudian memberanikan diri membuka bisnis kuliner online "Pempek Meledos" pada awal tahun 2015.

Kini setelah satu tahun berjalan, pelanggannya sudah tersebar hampir di seluruh kota di Tanah Air dengan omzet mencapai belasan juta rupiah per bulan.

"Awalnya saya bosan, sudah lama bekerja tapi penghasilan begitu-begitu saja. Kemudian saya berpikir, kenapa tidak coba jualan makanan secara online atau dalam bentuk jaringan, jadi tidak perlu mengeluarkan modal besar, bisa dilakukan di rumah, dan saya sendiri yang mengantarkannya," kata Dedy di Palembang, Sabtu.

Pilihan pun jatuh pada kuliner khas Palembang `pempek` karena ia kerap dimintai teman-teman dari luar kota untuk membeli pempek dari toko tertentu, kemudian mengirimkannya melalui paket pos.

"Lalu saya pikir kenapa tidak ini dijadikan peluang bisnis dengan buat `brand` sendiri," kata staf humas RS Bari ini.

Kepercayaan dirinya pun bertambah karena merupakan keturunan asli Palembang yang sedari kecil sudah terbiasa mengecap panganan khas tersebut.

Selain itu, sang ibu juga bersedia turun langsung untuk membuat setiap pesanan dengan dibantu dua orang kerabat.

Namun untuk memulai bisnis ini bukanlah perkara mudah bagi finalis Bujang Gadis Palembang ini.

Pada hari pertama berjualan dengan bermodalkan Rp500 ribu, Dedy harus menelan pil pahit karena dagangannya yang digelar pada acara `car free day` sama sekali tidak laku.

Ketika itu, ia belum begitu memahami bagaimana cara membuat `pempek pistel` yang tahan lama.

"Ternyata membuatnya harus direbus dulu baru digoreng. Saat itu saya benar-benar mau mundur, namun dorongan keluarga akhirnya membuat saya bangkit lagi," kata dia.

Setelah itu, hambatan lain pun muncul. 

Meski sudah memiliki banyak relasi, namun untuk merambah pasar kuliner khas Palembang ini, Dedy dihadapkan persaingan yang cukup ketat.

Saat ini, terdapat ratusan UMKM kuliner pempek yang sudah menerapkan layanan berbasis online berupa pengantaran pemesanan untuk dalam kota, hingga pengiriman paket makanan ke luar kota.

Mendapati kenyataan itu, Dedy pun memutar otak untuk memenangkan persaingan tersebut dan akhirnya ia mengamati bahwa dapat bersaing dari sisi harga.

Pria lajang ini pun memutuskan untuk membidik segmen pembeli kalangan menengah ke bawah yakni menjual pempek `murah`.

"Untuk pempek yang harganya mahal itu banyak, tapi untuk yang murah tapi rasanya tidak kalah nikmat dengan yang mahal, bisa dikatakan masih sedikit, saya pikir disinilah peluangnya," kata dia.

Untuk itu, ia pun hanya mematok harga Rp1.500/buah untuk pempek ikan dan pempek dos atau berselisih sekitar Rp1.000---Rp1.500/buah dari harga pempek premium, atau dalam bentuk paket hanya dipatok Rp100.000 dengan isi 66 buah.

Untuk menggaet pembeli, ia juga tak lupa berinovasi seperti membuat pempek isi keju dengan harga Rp2.000/buah, dan pempek jenis lain yakni isi bakso, rendang, dan nungget dalam bentuk pesanan khusus minimal 50 buah.

Melalui ide kreatif itu, kini, pempek dengan brand "Pempek Meledos" sudah merambah hampir seluruh kota di Indonesia, dan pesanan terjauh pernah berasal dari Lombok.

Lantas, untuk terus meningkatkan bisnisnya, lulusan strata satu Teknik Informatika ini sangat menyadari peran media sosial sebagai sarana untuk promosi.

"Tiada hari tanpa promosi, semua media saya gunakan mulai dari instagram, facebook, dan saya sendiri jika menjadi pembawa acara pada sebuah acara, tentunya tidak lupa mempromosikan "Pempek Meledos"," kata dia.

Lantaran promosi itu pula, sejumlah pelaku usaha di kabupaten/kota lain di Sumsel dan luar Sumsel berminat mengajaknya bekerja sama dengan meminta dibukakan cabang, seperti di Tanggerang, Bandung, dan Jakarta.

Terkait ini, Dedy mengaku belum berani mengingat masih dihadapkan pada ketersediaan bahan baku gula merah untuk membuat cuka. Seperti diketahui bahwa gula merah asli buatan Sumsel berkualitas sangat baik sehingga jika dibuat cuka untuk pempek maka hasilnya pun sangat lezat.

"Jika buka cabang di Palembang atau kota-kota di Sumsel masih bisa diusahakan, tapi untuk luar daerah masih sulit karena gula merah yang ada di sana secara kualitas berbeda. Saya khawatir pelanggan menjadi kecewa," kata dia.

Untuk itu, Dedy berencana membuat inovasi cuka pempek liquid yang bisa digunakan dengan cara diseduh air panas.

Selain itu, untuk mengembangkan usahanya agar tetap berkesinambungan, Dedy berencana pada masa datang memiliki sebuah restoran di pusat kota. Saat ini ia sedang gencar mengumpulkan uang untuk menyewa tempat usaha.

Setelah bergelut hampir satu tahun menjadi wirausaha, menurut Dedy, yang terpenting dalam memulai bisnis itu ialai memulai itu sendiri. Jika hanya dipikirkan tanpa dikerjakan maka sebuah ide kreatif meskipun sangat brilian maka tidak akan ada arti apa-apa.

"Memulai itu yang paling berat bagi seorang pemula. Tapi hendaklah dimulai, karena jika tidak dimulai maka tidak akan terjadi apa-apa," kata dia.

Ia menceritakan betapa ia harus menumbuhkan kepercayaan diri untuk menjual pempek di jalanan, karena selama ini dikenal sebagai sosok yang bekerja di dunia entertain.

Namun, di sisi lain, rekan-rekannya tidak mengetahui bahwa sejatinya jiwa kewirausahaan itu sudah muncul sejak kecil karena dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sebagian besar merupakan pebisnis.

"Waktu itu saya jual pempek di acara `car free day`, dan ada beberapa teman yang terkejut dan tidak percaya melihat saya mau berjualan di jalanan. Tapi saya pikir kenapa mesti malu, ini rejeki yang halal," kata dia.


Layanan digital

Para pelaku usaha di Tanah Air seharusnya mulai bertransformasi ke layanan berbasis digital jika ingin memenangkan persaingan dalam merebut hati konsumen saat ini.

Deputy CEO Markplus.Inc Jacky Musry di Palembang mengatakan, saat ini telah terjadi perubahan perilaku konsumen seiring dengan kemudahan konektifitas jaringan internet sehingga para pelaku dunia usaha harus mengubah dari sisi layanan.

"Ini eranya konektivitas, artinya setiap orang demikian mudahnya saling terhubung. Jika suatu usaha masih bisa mempertahankan cara lama, tidak apa-apa. Tapi jika tidak bisa maka tidak ada pilihan lagi selain bertransformasi," kata konsultan bisnis terkemuka ini.

Layanan berbasis online saat ini sangat digemari karena menawarkan kemudahan, kepraktisan, dan kepastian.

Lantaran perubahan perilaku konsumen ini Jacky mengatakan telah mengoyahkan sejumlah usaha, seperti belum lama ini terjadi di Jakarta yakni konflik antara layanan taxi berbasis online dengan perusahaan taxi yang menggunakan metode lama.

Terkait hal ini, Jacky menilai peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam melahirkan suatu regulasi yang tidak mematikan dunia usaha.

"Regulasinya seperti apa, tinggal tunggu saja, yang jelas mampu menjembataninya agar proses transformasi ini dapat berjalan dengan baik," kata dia.

Menurutnya, hal ini sangat penting mengingat Indonesia menjadi pasar terbesar di ASEAN dengan sebaran mencapai 2/3 dari total penduduk di belahan Asia Tenggara.

Jika Indonesia tidak mampu memanfaatkan peluang bisnis berbasis layanan digital ini, maka dikhawatirkan justru menjadi pasar bagi negara lain.

"Kata kuncinya satu yakni kompeten, mau usaha apa pun jika tidak dapat berkompetisi saat ini maka akan tergerus karena dunia sudah melihat Indonesia sebagai pasar yang menggiurkan," kata dia seusai menjadi pembicara pada acara pemberian penghargaan Markplus.

Khusus bagi anak muda, menurutnya, saat ini merupakan saat yang tepat karena sudah terjadi perubahan pola pikir di masyarakat mengenai wirausaha.

"Saat ini, jika sudah punya bisnis sendiri baru bisa dikatakan keren, beda dengan beberapa dekade lalu, yang baru dibilang keren setelah jadi pegawai atau PNS. Jika kondisi ini yang terjadi di masyarakat maka Indonesia bisa mencetak ribuan wirausaha pada masa datang," kata Jacky.