Sisi lain dibalik terhentinya kompetisi sepak bola

id sepak bola, isc, vakum kompetisi

Sisi lain dibalik terhentinya kompetisi sepak bola

Mantan pemain Timnas Anang Ma'ruf (kiri) mengenakan jaket ojek berbasis aplikasi online "Gojek" di Kantor Cabang Gojek Surabaya, Jawa Timur, Jumat (4/9). Seusai berkarir sebagai pesepak bola dan pelatih, Anang Ma'ruf mendaftar menjadi pengemudi Gojek

...Tentunya tidak semua pemain bola memiliki jiwa wirausaha seperti Airlangga Sucipto, Risky Ramadhan, dan Tony Sucipto....
Palembang (ANTARASumsel) - Kompetisi bak panggung bagi pesepak bola. Jika direnggut, niscaya sama saja merenggut separuh dari jiwa mereka.

Bukan hanya kehilangan tempat melampiaskan hasrat sebagai pengocek bola, para jago lapangan hijau ini juga kehilangan tempat untuk berpijak bagi anak istrinya.

Namun, tidak semua pesepak bola menyerah atas keadaan ini setelah dikeluarnya SK Menpora Nomor 01307 yang diterbitkan pada 18 April 2015 tentang pembekukan PSSI.

Layaknya seorang atlet yang pantang menyerah, mereka justru terlecut untuk mengecap bidang lain yakni wirausaha.

Salah seorang pemain yang sudah memiliki dua profesi sekaligus itu, yakni Airlangga Sucipto, pemain baru Sriwijaya FC untuk menghadapi kompetisi Indonesia Soccer Champhionship 2016.

Semula ia hanya memiliki sebuah kedai makanan dan minuman di Bandung yang dikelola secara sederhana oleh istrinya untuk sekadar mencari tambahan pemasukan keluarga.

Namun setelah terjadi kevakuman kompetisi lantaran kisruh antara pemerintah dan PSSI, Airlangga justru mengembangkan usahanya dengan menambah dua restoran lagi yakni satu di Bandung dan satu lagi di Jakarta.

Satu restorannya di Bandung merupakan hasil kongsi bersama teman-temannya, salah satunya Tony Sucipto, pemain Persib Bandung.

Restoran ini sudah cukup tersohor di Kota Kembang yakni "Street Gourmet Bandung" yang mengusung konsep restoran berjalan dengan menggunakan bus sehingga pembeli dapat sambil berwisata.

Konon untuk makan di restoran ini harus masuk dalam daftar tunggu terlebih dahulu karena tingginya peminat.

"Dua restoran yang di Bandung itu istri yang urus, sedangkan yang di Jakarta saya yang awasi meski sudah ada manajemen yang mengatur," kata dia.

Airlangga tidak membantah, semangatnya untuk berwirausaha terlecut gara-gara terjadinya kevakuman kompetisi.

Meski kepiawaian berbisnis itu sejatinya sudah dimiliki keluarga besarnya sejak lama tapi ia mengakui bahwa keberaniannya menjadi berlipat-lipat lantaran kejadian tersebut.

Pesepak bola berusia 31 tahun ini pun menyadari betapa pentingnya menyiapkan finansial ketika tidak lagi menjadi pesepakbola (pensiun), dan memiliki aset serta tabungan untuk menghadapi situasi krisis.

"Semula saya berpikir dibelikan aset saja seperti rumah, tanah, dan lainnya. Jika saat dibutuhkan tinggal dijual. Tapi, setelah terjadi kevakuman cukup lama, justru saya berpikir lebih luas lagi yakni bagiamana memiliki usaha yang bisa menghasilkan secara terus-menerus," kata dia.

Setelah terjadinya penghentian kompetisi ini, ternyata pemikiran untuk merencanakan keuangan ini juga merasuki pemain muda Tanah Air lainnya.

Salah satunya Risky Ramadhana, penyerang muda berusia 25 tahun Sriwijaya FC.

Sejak tiga bulan terakhir ia menjual sepatu dan baju olahraga berkongsi dengan dua rekannya sesama alumni Sekolah Olahraga Negeri Sriwijaya, Imam Tali Sukma dan Hafid Ibrahim.

Barang dagangan didatangkan dari Jakarta melalui Iman yang bekerja di Jakarta, sementara ia dan Hafid yang bertugas untuk memasarkan melalui media sosial seperti Facebook dan Instagram dan sekaligus mengirimkan melalui paket pos.

Saat ini pembeli sudah tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari kota-kota di Sumatera hingga Kalimantan dengan omset mencapai puluhan juta.

"Selain itu, setiap hari minggu saya juga buka lapak di acara car free day, biasanya bukan hanya pembeli yang datang, tapi ada juga penggemar yang mau minta foto. Dibawa santai saja, meski awalnya sempat malu juga," kata Risky sambil tertawa.

Ke depan, Risky berencana memiliki toko agar memiliki pemasukan secara tetap per bulan meski saat ini masih tercatat sebagai pemain Sriwijaya FC dengan kontrak per tiga bulanan.

Bagi Risky, kevakuman kompetisi ini telah menyadarkannya betapa pentingnya menyiapkan keuangan untuk masa datang.

Ia yang sudah mengikat kontrak bersama Sriwijaya FC selama tiga tahun dan Sriwijaya FC Under-21 selama lima tahun mengakui selama ini kerap berperilaku kurang baik dalam mengelola keuangan.

Namun ia masih beruntung, tidak semua uangnya lenyap begitu saja karena masih ada satu unit rumah yang bisa disimpan sebagai hasil keringat selama menjadi pesepak bola.

"Sekarang nanti dululah `bergaya`, pikir dulu bagaimana ke depan. Lebih baik, uang ditabung atau dibangunkan usaha," kata dia.

Senada, pemain muda lainnya, mantan punggawa Timnas U-19 Bayu Gatra yang saat ini memperkuat Madura United mengatakan sudah memiliki beberapa petak sawah di kampung halamannya untuk dijadikan penyambung hidup setelah tidak lagi menjadi pesepak bola.

"Saat ini sawahnya yang urus orangtua saya. Sebagai anak muda, tentunya saya masih banyak keinginan tapi harus diredam karena buat apa hidup mewah sekarang tapi nantinya justru sengsara," kata Bayu.

Kevakuman kompetisi memunculkan cerita lain mengenai kisah para pesepak bola Tanah Air.

Beberapa waktu lalu, masyarakat dikejutkan dengan munculnya pemberitaan mengenai pesepak bola senior Anang Makruf yang menjadi tukang ojek online.

Terhentinya kompetisi telah membuat pesepak bola Tanah Air dihadapkan pada kondisi shock finansial, dan hanya mereka yang memiliki aset, tabungan, dan investasi saja yang bisa bertahan.

Namun, muncul pula pertanyaan, sampai kapan kondisi ini akan berakhir karena lambat laun apa yang disimpan akan habis dengan sendirinya.

Tentunya tidak semua pemain bola memiliki jiwa wirausaha seperti Airlangga Sucipto, Risky Ramadhan, dan Tony Sucipto.


Kompetisi ISC

Pelatih Sriwijaya FC Widodo Cahyono Putro mengatakan penghentian kompetisi yang terjadi hampir genap satu tahun ini menjadi pukulan hebat bagi pelaku sepak bola Tanah Air.

Meski ada sejumlah turnamen terbuka, tapi sejatinya ajang tersebut hanya dipandang sebagai penyambung napas sementara.

"Yang dibutuhkan bukan turnamen tapi kompetisi, karena hanya melalui kompetisi, seorang pemain dapat menemukan penampilan terbaiknya. Dan hanya melalui suatu kompetisi didapatkan juara sejati," kata Widodo.

Namun di tengah kisruh pesepakbolaan yang saat ini terjadi, para pelaku sepak bola juga belum bisa berharap banyak untuk lahirnya sebuah liga profesional seperti yang terjadi pada musim-musim sebelumnya.

Untuk itu, Widodo berpendapat, kehadiran Indonesia Soccer Champhionship 2016 tetap harus diapresiasi karena setidaknya sudah mendekatkan para pesepak bola dengan dunianya.

"Apa yang ada ini harus disyukuri meski sedikit, jangan buru-buru menghujat. Siapa tahu ISC ini merupakan awal munculnya liga sebenarnya, semua harus berpikir positif, kita tidak boleh putus harapan," kata dia.

Kementerian Pemuda dan Olahraga memastikan kompetisi Indonesia Soccer Championship yang dipromotori PT Gelora Trisula Semesta digelar sesuai dengan jadwal yaitu 29 April dan rencananya ditandai pertandingan antara Persipura melawan Persija.

Pelaksanaan kompetisi ISC ini yang akan diikuti 18 tim ini hingga kini belum mendapatkan rekomendasi dari Tim Transisi maupun Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) karena hingga saat ini baik klub maupun promotor belum diverifikasi. Bahkan, kedua pihak ini belum akan mengeluarkan rekomendasi.

Pertandingan direncanakan memakan waktu hingga delapan bulan dengan menerapkan sistem home-away dengan membagi tim dalam beberapa grup dengan syarat peserta pernah menjadi kontestan Indonesia Super League dan Divisi Utama.

Sekretaris Tim Sriwijaya FC selaku manajemen klub Ahmad Haris mengatakan semangat harus tetap digelorakan dalam industri sepak bola karena menyangkut nasib jutaan orang.

"Yang dibutuhkan yakni liga, bukan hanya liga tapi liga yang diakui FIFA sehingga kompetisi yang ada bukan sekadar jago kandang saja," kata dia.

Saat ini semua pihak menunggu sampai kapan kisruh persepakbolaan Tanah Air menemukan muaranya karena hingga genap satu tahun belum ada tanda-tanda akan digelarnya suatu liga profesional.

Jangankan mengharapkan prestasi, kini Indonesia hanya menjadi penonton dalam sejumlah `event` seperti babak kualifikasi Piala Dunia 2016, Piala Asia, kualifikasi Olimpiade 2016, sedangkan untuk klub-klub, Arema, Persib atau pun klub juara lainnya juga tidak berhak berlaga di Liga Champions Asia dan Piala AFC.