Budaya malu berbuat curang

id ujian nasional, ujian, sekolah, menteri pendidikan, mendikbud, anies baswedan

Budaya malu berbuat curang

Ilustrasi - Peserta Ujian Nasional SMP Negeri 54 Palembang tengah serius mengerjakan soal UN hari pertama di gedung SMP Negeri 54 Palembang, Senin ( (Foto Antarasumsel.com/13/Feny Selly/Aw)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Sejak pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2015 terjadi perubahan paradigma, yang mana hasil ujian tidak lagi menentukan kelulusan sebab kelulusan ditentukan sepenuhnya oleh pihak sekolah dengan mempertimbangkan berbagai aspek proses belajar-mengajar.

Sejak itu pula, UN bukan lagi momok yang menakutkan bagi siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan XII Sekolah Menengah Atas (SMA).

"Sejak 2015 UN tidak lagi menjadi penentu kelulusan. Kelulusan ditentukan oleh sekolah, melalui ujian sekolah, bukan UN," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan.

Dalam ujian yang dibicarakan adalah kejujuran. Ujian tidak boleh menghalalkan segala cara. Sehingga Revolusi Mental yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi dapat terlaksana.

Pelaksanaan UN bertujuan untuk mengukur kompetensi siswa dan menjadi salah satu dasar untuk seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Juga untuk melakukan pemetaan capaian pendidikan secara nasional.

UN sendiri baik untuk tingkat SMA dan SMP diselenggarakan dengan dua metode yakni Ujian Nasional Kertas Pensil (UNKP) dan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).

Kemdikbud mendorong agar semakin banyak sekolah yang ikut serta dalam UNBK, pasalnya dengan penggunaan komputer maka dapat meminimalisir kecurangan. Bahkan pada pelaksanaan UN tahun lalu, tidak terjadi tindak kecurangan pada sekolah yang ikut UNBK.

"Hasil dari UN ini juga jadi pertimbangan untuk ke jenjang berikutnya. Kami sudah menyerahkan hasil dari UN SMA kepada Panitia Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)," jelas Mantan Rektor Universitas Paramadina itu.

Sekolah juga mendapatkan hasil UN yakni Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) yang diumumkan secara terbuka.

Dengan demikian, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dapat mempertimbangkan diterima atau tidaknya siswa dari sekolah itu berdasarkan IIUN.

IIUN juga menjadi bahan pertimbangan bagi orang tua dalam memilih sekolah. Kemdikbud mengimbau para orang tua untuk memasukkan anaknya ke sekolah yang memiliki indeks integritas tinggi.

Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Kapuspendik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdibud) Nizam mengatakan peserta harus membudayakan malu ketika berbuat curang karena berintegritas sama halnya dengan malu dalam berbuat curang.

Para peserta UN harus malu ketika mengerjakan soal ujian berbuat curang atau tidak percaya dengan kemampuan dirinya sendiri.

Prestasi sebaik apapun, akan percuma jika tidak dilandasi dengan integritas atau kejujuran. Jika tidak dilandasi integritas, Nizam menyebut bahwa hal itu merupakan prestasi palsu. Nizam menyebut perlu ada upaya bersama untuk membangun mentalitas anticurang atau mentalitas berintegritas.

Kemdikbud sendiri sejak awal sudah melakukan sosialisasi baik secara langsung maupun melalui iklan layanan masyarakat mengenai pentingnya kejujuran.

"Sejak dini kita harus menanamkan kepercayaan diri dan menghargai karya sendiri, kata Guru Besar Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada itu.

Nizam memberi contoh masyarakat di Korea dan Jepang yang sejak awal sudah ditanamkan kepercayaan diri dan hasilnya lebih menghargai karya sendiri dibandingkan produk dari luar negeri.

"Ini yang terus kami dorong, agar anak-anak Indonesia memiliki kepercayaan diri dan percaya pada kemampuan sendiri," kata Nizam.

       
         Indeks Integritas Meningkat
Nilai rerata ujian nasional (UN) tingkat SMA pada 2016 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.

Secara keseluruhan nilai rerata UN tingkat SMA/MA negeri dan swasta mengalami penurunan. Pada tahun sebelumnya, nilai rerata sebanyak 61,29 sementara pada 2016 nilai rerata hanya 54,78.

Terjadi penurunan sebanyak 6,51 poin jika dibandingkan nilai rerata UN tahun sebelumnya. Sementara, untuk hasil UN SMK mengalami penurunan sebanyak 4,45 poin atau dari 62,11 menjadi 57,66 pada 2016.

Anies Baswedan menyebut penurunan tersebut disebabkan tingkat kejujuran yang meningkat, semakin banyak sekolah yang menggunakan ujian nasional berbasis komputer (UNBK), kisi-kisi UN yang tidak lagi rinci sehingga siswa harus menguasai kompetensi, serta kemungkinan tingkat keseriusan yang menurunan.

Meski hasil UN mengalami penurunan, Anies mengklaim Indeks Integritas UN (IIUN) meningkat dari tahun sebelumnya. Terdapat empat kuadran IIUN yakni kuadran pertama (IIUN tinggi, angka UN tinggi), kuadran kedua (IIUN tinggi, angka UN rendah), kuadran ketiga (IIUN rendah, angka UN rendah), dan kuadran empat (IIUN rendah dan angka UN tinggi).

Jika pada 2015, persentase sekolah yang berada di kuadran empat untuk SMA IPA sebanyak 56,6 persen, sementara pada 2016 persentase sekolah di kuadran itu menurun 41,7 persen, papar Anies.

Sedangkan persentase sekolah yang berada di kuadran empat untuk SMA IPS sebanyak 51,3 persen, sementara pada 2016 persentase sekolah di kuadran itu menurun menjadi 37,8 persen.

Menurut Anies, semakin banyak sekolah yang berpindah dari kuadran empat ke kuadran ketiga, kedua, dan satu.

Hal itu merupakan kabar gembira karena pelaksanaan UN dari tahun ke tahun lebih mengutamakan kejujuran.

Meningkatnya IIUN juga tidak terlepas dari semakin banyaknya sekolah yang ikut serta dalam UNBK.

Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi provinsi dengan nilai IIUN tertinggi pada pelaksanaan UN SMA.

Nilai IIUN rerata SMA IPS di Yogyakarta yakni 78,21. Sementara untuk nilai rata-rata IIUN SMA IPA di Yogyakarta yakni 78,36.

Sebanyak 10 provinsi yang memiliki IIUN tertinggi untuk SMA IPS yakni Yogyakarta, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Banten, Gorontalo, Jawa Barat dan Kalimantan Utara.

Sementara nilai IIUN tertinggi untuk SMA IPA yakni Yogyakarta, Bangka Belitung, Banten, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kepulauan Riau, Bengkulu, Jawa Tengah dan Kalimantan Utara.

IIUN diukur untuk Ujian Nasional Kertas Pensil.

    
       Ketuntasan Belajar
Pada pelaksanaan UN SMA dan SMP juga terdapat perbedaan yang signifikan dari tahun sebelumnya, yakni semakin banyaknya soal-soal yang menggunakan pola pikir tinggi dalam UN.

Itulah penyebabnya, lanjut Kapuspendik Kemdikbud Nizam, yang menyebabkan banyak siswa yang mengeluhkan semakin sulitnya soal UN.

Soal-soal UN pada tahun ini lebih bersifat aplikatif, kata Nizam.

Nizam memberi contoh soal persamaan yang biasanya ditulis hanya X,Y dan Z tapi pada UN disajikan dalam bentuk cerita.

Begitu juga dengan kisi-kisi yang sebelumnya menyempitkan kurikulum namun saat ini lebih mendorong agar ketuntasan pembelajaran.

Kemdikbud ingin agar para siswa belajar berdasarkan kurikulum bukan pada kisi-kisi soal.

Dengan mengacu pada kurikulum, proses kegiatan belajar mengajar di kelas akan mengarah pada penalaran dan pemahaman.

Kami ingin anak-anak fokus pada ketuntasan belajar, sehingga memiliki kemampuan dalam mengatasi permasalahan dan  berpikir kritis, kata Nizam.