Mudik ke jalur selatan belum lengkap tanpa gethuk

id getuk, makanan getuk, singkong, ubi, gethuk

Mudik ke jalur selatan belum lengkap tanpa gethuk

Pekerja membungkus getuk pisang menggunakan daun pisang di kelurahan Tinalan, Kota Kediri, Jawa Timur, Minggu (3/7). Makanan khas Kediri yang biasanya untuk oleh-oleh tersebut menjelang Lebaran mengalami peningkatan permintaan hingga dua kali lipat d

....Getuk, dalam bahasa Jawa disebut gethuk, adalah nama makanan ringan asal Jawa Tengah yang terbuat dari bahan dasar singkong atau ketela pohon....
"Gethuk, asale soko telo/Moto ngantuk, iku tambane opo?/E alah gethuk, asale soko telo/Yen ra pethuk, atine rodo gelo/Ojo ngono mas, ojo ojo ngono/Kadhung janji mas, aku mengko gelo...."

Demikian penggalan lagu bertujul Gethuk yang dipopulerkan oleh penyanyi tahun 1970-an Nurafni Octavia dan masih digemari sampai saat ini.

Siapa yang tak kenal dengan makanan atau kudapan yang satu ini? Getuk, dalam bahasa Jawa disebut gethuk, adalah nama makanan ringan asal Jawa Tengah yang terbuat dari bahan dasar singkong atau ketela pohon.

Pembuatan gethuk dimulai dari singkong dikupas kemudian kukus atau direbus, setelah matang kemudian ditumbuk atau dihaluskan dengan cara digiling lalu diberi pemanis gula dan pewarna makanan.

Untuk penghidangan biasanya ditaburi dengan parutan buah kelapa. Selain berbahan dasar dari singkong, getuk juga bisa dibuat dengan bahan baku dari ubi, talas dan pisang.

Para pemudik Lebaran yang memilih jalur selatan Jawa, belum lengkap rasanya kalau kembali ke perantauan tanpa membawa oleh-oleh gethuk untuk saudara, rekan di kantor atau tetangga.

Kota Banyumas di Jawa Tengah, yang menjadi lintasan jalur mudik di bagian selatan, merupakan pusat penjualan jenis gethuk goreng. Di kiri dan kanan jalan, terlihat toko-toko yang khusus menjual gethuk goreng asli Sokaraja.

Dari pemantauan selama arus mudik dan balik beberapa waktu lalu, toko-toko makanan khas yang berjejer di sepanjang jalan lebih dari satu kilomemter, terlihat penuh oleh pembeli.

Yang tampak khas dari gethuk goreng adalah kemasannya yang menarik karena terbuat dari anyaman bambu.

Sundari, seorang penjual gethuk goreng di salah satu toko di Banyumas mengakui bahwa saat-saat menjelang Lebaran atau seminggu sesudahnya merupakan masa panen karena penjualan bisa meningkat lebih dari 50 persen.

Sebagian pembeli adalah pemudik atau pebalik yang ingin membawa oleh-oleh untuk sanak keluarga di kampung halaman, atau sekedar kudapan untuk mengusir kantuk saat mengemudi.

Menurut Sundari, gethuk sebenarnya memilik varian lain selain gethuk goreng, yaitu gethuk lindri. Tapi pembeli lebih suka gethuk goreng yang tahan lama, sementara gethuk lindri cepat basi karena merupakan jenis makanan basah.

Seiring dengan perkembangan teknologi, pemasaran gethuk pun tidak lagi dengan cara tradisional, tapi melalui media internet sehingga pembeli pun tidak hanya mereka lewat di jalur pantai selatan, tapi sudah sambil ke berbagai kota di Tanah Air.

Safira, seorang pembeli yang ditemui saat membeli gethuk di Banyumas mengatakan bahwa semakin gencarnya promosi kuliner di berbagai media, terutama televisi, ikut berimbas kepada citra gethuk.

"Dulunya gethuk hanya dianggap sebagai makanan orang kampung karena terbuat dari singkong sehingga tidak diminati anak-anak muda. Tapi setelah menyaksikan banyaknya program kuliner di televisi, gethuk pun mulai dilirik," kata Safira, pemudik asal Boyolali tersebut.

Makanan khas gethuk, seperti makanan tradisional khas lainnya, terutama yang berbahan dasar singkong, mulai "naik kelas" seiring dengan imbauan Pemerintah untuk lebih memberikan perhatian kepada makanan khas dari negeri sendiri.

Bahkan Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi pernah mengeluarkan surat edaran berupa instruksi kepada instansi pemerintah untuk menyajikan menu tradisional dan buah lokal saat rapat kerja.

Terdapat banyak versi mengenai asal muasal terciptanya gethuk goreng asal Banyumas tersebut. Salah satunya menyebutkan bahwa makanan tersebut dibuat secara tidak sengaja pada 1918 oleh Sanpirngad, seorang penjual nasi keliling di daerah Sokaraja.

Pada saat itu getuk yang dijual tidak laku, sehingga dicari akal agar getuk tersebut masih bisa dikonsumsi. Kemudian, getuk yang tidak habis dijual pada hari itu dia goreng dan dijual lagi. Ternyata, makanan baru tersebut digemari oleh para pembeli.

Rasa cemilan baru ini pas bagi lidah masyarakat Banyumas waktu itu. Tak sedikit pejuang kemerdekaan yang mampir ke warung Sanpirngad, sampai akhirnya produknya dikenal banyak orang. Toko pertamanya diberi nama nomor 1.

Oleh Sanpirngad, warung tersebut diwariskan kepada Tohirin, menantunya. Di tangan Tohirin, getuk goreng mencapai masa puncak hingga bertambah maju.

Ia mampu mengubah sebuah warung nasi rames menjadi tiga buah toko getuk goreng di Sokaraja. Oleh anak cucu Tohirin, tiga toko itu dikembangkan lagi sampai akhirnya menjadi sembilan buah toko, delapan di antaranya di Sokaraja dan satu toko di Buntu, Banyumas.

Selain Gethuk Goreng di Banyumas, juga ada jenis gethuk lindri yang berasal Magelang.

Getuk lindri dikenal karena rasanya yang lembut enak. Warnanya berwarna-warni memikat dan bercita rasa manis. Disajikan dengan taburan kelapa parut yang gurih.

Getuk lindri dibuat dari singkong yang dikukus hingga empuk. Saat masih panas, singkong ditumbuk hingga benar-benar halus.

Adonan singkong tersebut kemudian diberi pewarna makanan agar lebih menarik. Ada warna coklat, hijau, pink, kuning, ataupun warna alaminya yaitu putih. Kini makin banyak variasi rasa gethuk lindri yang tak hanya menambahkan pewarna saja, namun juga menambahkan rasa-rasa tertentu seperti cokelat, keju, strawberry dan pandan.