Presiden: amnesti pajak sangat mendesak

id pajak, amnesti pajak, penga,punan pajak, amnesti, presiden

Presiden: amnesti pajak sangat mendesak

Presiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

...Jika tidak segera memanfaatkan UU Amnesti Pajak yang baru disahkan, dikhawatirkan Indonesia akan terlambat untuk menghimpun dana yang cukup banyak berada di luar negeri...
Medan (ANTARA Sumsel) - Presiden Joko Widodo menilai pemberlakuan amnesti pajak sangat mendesak karena momentumnya sudah tepat dan tidak tertinggal oleh kebijakan negara lain.
        
Dalam sosialisasi UU Amnesti Pajak kepada kalangan pengusaha dan wajib pajak di Pulau Sumatera yang dipusatkan di Medan, Kamis, Presiden mengatakan semua negara sedang berlomba untuk mendapatkan dana besar dalam membiayai pembangunan di negara masing-masing.
        
Jika tidak segera memanfaatkan UU Amnesti Pajak yang baru disahkan, dikhawatirkan Indonesia akan terlambat untuk menghimpun dana yang cukup banyak berada di luar negeri.
        
"Momentumnya sekarang. Kalau lepas Juli, mengelolanya sangat sulit sekali," katanya.
        
Untuk memberikan jaminan hukum dan perlindungan bagi pengusaha dan wajib pajak, pemerintah telah menyiapkan payung hukum berupa UU.
        
Payung hukum tersebut bukan sekadar berupa peraturan presiden (perpes) yang mungkin bakal dipersoalkan di kemudian hari.
        
Disebabkan kondisi yang cukup mendesak, Presiden memberikan apresiasi terhadap Komisi XI DPR RI yang sangat cepat menyelesaikan pembahasan UU Amnesty Pajak.
        
"Kita 'kejar-kejaran' dengan negara lain," katanya dalam sosialisasi yang dihadiri Menkeu Bambang Brodjonegoro, Gubernur BI Agus Martowardojo, dan Ketua Dewan Komisaris OJK Muliaman Hadad.
        
Presiden juga berharap kalangan pengusaha dan wajib pajak dapat memanfaatkan payung hukum yang baru disahkan tersebut.
        
Presiden menjelaskan amnesti pajak dapat menyebabkan pengusaha terbebas dari sanksi administrasi, pembebasan sanksi pidana perpajakan, serta penghentian proses pemeriksaan dan penyidikan tindak pidana perpajakan.
        
Syaratnya, pengusaha dan wajib pajak perlu mengungkap harta tersembunyi, tetapi tidak sedang beperkara atau menjalani hukum pidana perpajakan, repatriasi aset ke dalam negeri, dan membayar uang tebusan.
        
"Uang tebusannya sangat rendah, yang kita inginkan hanya uangnya masuk untuk dipakai dalam pembangunan," katanya.
        
Presiden menjamin pemerintah akan memudahkan wajib pajak tersebut dengan menyiapkan 18 bank yang bisa menerima dana tersebut dalam bentuk deposito, tabungan, atau giro.
        
Pemilik dana tersebut juga dapat menggunakan uangnya untuk bergabung dengan BUMN dalam membangun berbagai infrastrukur seperti jalan tol atau pembangkit listrik.