Kisah Jessica di meja nomor 54

id hakim, sidang, kasus pembunuhan, kriminal, jessica kumala wongso, jaksa penuntut umum, pembunuhan Wayan Mirna

Kisah Jessica di meja nomor 54

Terdakwa Jessica Kumala Wongso (tengah) berjalan keluar ruang sidang seusai menjalani sidang perdana sebagai terdakwa kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (15/6/2016). (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa )

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Meja nomor 54 menjadi bahan perbincangan hangat media dalam beberapa bulan terakhir. Bagaimana tidak, meja kayu melingkar dengan sofa bulan sabit ini menjadi saksi bisu meninggalnya seorang perempuan bernama Wayan Mirna Salihin.

Siapa pula menyangka, pada Rabu, 6 Januari 2016, meja yang terletak di ruang tanpa rokok Kafe Olivier, Mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat ini kedatangan tamu-tamu "penting".

Semua berawal dari tibanya seorang alumnus Billy Blue College of Design, Sydney, bernama Jessica Kumala Wongso pukul 15.30 WIB. Setelah sejenak "celingak-celinguk" mencari tempat, dia memutuskan dengan yakin bahwa meja nomor 54 adalah tempat yang paling cocok menyambut ketiga sahabat yang dikenalnya sejak kuliah di Negeri Kanguru, Wayan Mirna Salihin, Boon Juwita alias Hani dan Vera.

Jessica baru benar-benar menyandarkan badannya ke busa empuk sofa hampir sejam kemudian sebab sebelumnya dia berkeliling untuk membeli cinderamata yang dibungkus dengan tiga tas kertas (paperbag).

Selain itu dia sempat memesan dan membayar tiga minuman di kasir, yaitu segelas Old Fashioned, segelas Sazerac dan kopi es Vietnam.

Ketika Jessica duduk, di atas meja sudah ada beberapa perlengkapan khas rumah makan seperti wadah garam dan lada, vas bunga kecil serta pajangan promo makanan-minuman.

Tidak sampai dua menit setelah perempuan berkulit putih itu membayar semua minumannya, atau tepat pukul 16.24 WIB, Agus Triyono datang membawa pesanan pertama, kopi es vietnam.

Sesuai dengan kebiasaan, kopi es vietnam harus disajikan di depan pelanggan, begitu pulalah yang dikerjakan Agus. Setelah memohon izin, dia mulai menuangkan air panas melalui saringan kopi di mana gelas berisi susu dan es batu sudah menunggu di bawahnya.

Setelah semua selesai, Agus meletakkan tisu dan sedotan di sebelah gelas yang cairan di dalamnya berwarna hitam putih itu.

Tiga menit usai kedatangan Agus, meja 54 dihampiri Marlon. Pria yang bekerja sebagai pelayan "server" itu membawa dua cocktail pesanan Jessica dan bertanya di mana akan meletakkan minuman beralkohol tersebut.

"Ketika itu saya melihat ada segelas kopi es vietnam dan tiga tas kertas di atas meja yang letaknya agak ke tengah," kata Marlon. Satu hal lagi yang menarik, berdasarkan kesaksian Marlon, posisi sedotan sudah ada di dalam kopi, meski kondisinya masih tertutup di bagian ujung.

Namun, Marlon menambahkan, kopi tersebut masih utuh dan belum diaduk, masih terlihat jelas kopi dan susu di dalam gelas.

        

   Minum "Cocktail"


"cocktail" yang dipesan Jessica menurut bartender Olivier, Yohanes adalah berjenis "gentlement cocktail" yang beralkohol di atas 40 persen.

Beberapa saat setelah cocktail tersebut terhidang di atas meja, Jessica dihampiri pelayan bernama Sari.

Awalnya, ketika melihat dari kejauhan Sari mengira gelas yang berada di depan Jessica kosong. Ternyata dugaannya salah.

"Salzerac itu hampir habis, Old Fashioned masih penuh. Jadi saya cuma bertanya tentang minumannya," ujar Sari.

Yang sempat melihat Jessica meminum cocktail adalah Ahmar, pelayan lain. Ketika dia tiba di meja 54 setelah kunjungan Sari, Ahmar menjemput gelas kosong Jessica, yang ternyata masih saja berisi.

Jessica kemudian meminum habis cocktailnya di depan Ahmar dan memberikan gelas hampanya. Sementara Old Fashioned masih penuh.

Namun, dia sudah tidak lagi melihat "paper bag" di meja tersebut.

Selanjutnya terjadilah seperti yang dapat dilihat di rekaman CCTV yang tersebar di mana-mana. Pada pukul 17.16 WIB waktu CCTV, Jessica dan Mirna tiba di Olivier dan dua menit setelahnya mereka bertemu dengan Jessica.

Pukul 17.20 WIB, semenit dari Mirna menelan kopi, Mirna kolaps. Kepalanya menyender ke belakang. Ketika diganggu, dia tidak bereaksi. Tanpa respons, Mirna tidak sadar.

Mulutnya mulai mengeluarkan busa dengan tubuh mulai membiru. Hani panik. Dia mengaku mencoba menolong Mirna. Mulai dari mengipas-ngipas, berusaha membangunkan sembari memanggil-manggil nama temannya itu.

Pada pukul 17.22 WIB, Hani menghubungi Arief, yang masih dalam perjalanan kembali ke rumah. Bersamaan dengan itu, karyawan Olivier mulai berkerumun di depan meja 54. Kopi yang diminum Mirna tampak berpindah-pindah tangan sebelum dibawa masuk ke dalam Olivier.

Beberapa saat kemudian terlihat kursi roda hitam dibawa ke dekat meja tersebut. Dan pada pukul 17.28 WIB, Mirna didorong keluar menuju klinik Grand Indonesia, kemudian dibawa ke rumah sakit Abdi Waluyo dan dinyatakan meninggal dunia sekitar 15 menit setelah mendapat perawatan di unit gawat darurat.

Jessica kemudian menjadi tersangka atas meninggalnya Mirna. Statusnya meningkat menjadi terdakwa pada Mei 2016.

    
   Curiga

Manajer bar di Restoran Olivier, Devi mengungkapkan kecurigaannya terhadap Jessica Kumala Wongso, yang dianggap minim tindakan ketika melihat temannya Wayan Mirna Salihin sedang sekarat di sofa.

Ketika pihak Olivier mau menolong Mirna, Jessica cenderung diam, tidak melakukan apa-apa. Malah dia hanya melihat sekeliling, ke staf saya dan sekitarnya, bukan ke temannya, kata Devi.

Kecurigaan Devi pun semakin meningkat ketika dirinya memutuskan untuk melihat rekaman kamera pengawas (CCTV) setelah curiga kopi es vietnam itulah yang menjadi penyebab Mirna tidak sadarkan diri dan meninggal dunia beberapa saat kemudian.

Dia mengaku memperhatikan dengan saksama adegan per adegan gambar di CCTV, terutama yang terjadi di meja nomor 54 pesanan Jessica, dari terdakwa datang hingga korban dilarikan ke klinik.

"Saya mau tahu semua aktivitas di meja itu. Dan dari CCTV saya lihat Jessica terus gelisah sejak menunggu temannya datang. Dia pegang-pegang rambut, sambil melihat kanan dan kiri, juga sempat pindah-pindah tempat duduk lalu kembali ke posisi semula," kata Devi.

Awalnya, lanjut dia, dirinya berpikir ada masalah dalam pembuatan kopi es tersebut. Namun, setelah dia memeriksa semua bahan dasar dan bahkan memerintahkan Rangga, barista, untuk membuat kopi yang sama lalu mencicipinya, Devi berkesimpulan tidak ada yang salah dari Olivier.

Oleh karena itu dia pun sempat bertanya kepada Jessica dan Boon Juwita, teman korban serta terdakwa sekaligus saksi kunci kasus ini, apakah Mirna memiliki riwayat epilepsi atau tidak. Yang dijawab tidak oleh kedua perempuan tersebut.

Faktor-faktor penimbul curiga itulah yang membuat Devi memutuskan untuk mengamankan kopi es vietnam bekas Mirna dengan membungkusnya dengan plastik. Sampel dari minuman tersebut selanjutnya diambil dan dimasukkan ke botol oleh pihak kepolisian untuk  diperiksa di laboratorium forensik.

"Saya bahkan sempat mencicipinya dengan meneteskan kopi ke lidah. Rasanya agak pedas dan kasar, di lidah terasa pahit sekali. Saya langsung merasa mual dan itu bertahan hingga 10-15 menit kemudian," tutur Devi.

Misteri masih berlanjut. Setelah menghadirkan belasan saksi karyawan Olivier tanpa adanya bukti dan keterangan langsung yang menyatakan Jessica-lah yang memasukkan sianida ke dalam kopi Mirna, proses peradilan akan terus bergulir.

Saksi-saksi lain siap memberikan apa yang diketahuinya.