Penundaan penyaluran DAU pengaruhi kontruksi APBD provinsi

id apbd sumsel, dana alokasiumum, dau provinsi sumsel, dprd sumsel, Agus Sutikno

Penundaan penyaluran DAU pengaruhi kontruksi APBD provinsi

Palembang (ANTARA Sumsel) - Penundaan penyaluran dana alokasi umum dari pemerintah pusat tentunya akan mempengaruhi kontruksi APBD provinsi dan kabupaten/kota di Sumatera Selatan.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Sumatera Selatan Agus Sutikno di Palembang, Rabu menyampaikan hal itu saat ditanya mengenai penundaan penyaluran dana alokasi umum (DAU) ke daerah.

Menurut dia, penundaan DAU akan mengganggu kalau dalam pengertian arus kas (cash flow), karena Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 125/PMK.07/2016 tentang penundaan dana alokasi umum kepada Sumatera Selatan, Penukal Abab Lematang Ilir (Pali) dan Musirawas Utara.

Hal itu tentunya mempengaruhi dari kontruksi APBD provinsi dan kabupaten tersebut, katanya.

Ia mengatakan, DAU itu sudah dari awal sebelum ada perubahan ini dipasang target sebagai penerimaan daerah dari sisi dana perimbangan.

"Saya sebetulnya melihat kondisi keuangan pemerintah apakah pusat, provinsi maupun daerah mengalami kesulitan, kita maklumi, tetapi yang tidak masuk diakal saya kenapa DAU dikurangi," katanya.

Ia menyatakan, DAU itu pada prinsipnya adalah dana penyimbang yang diharapkan mempersempit kesenjangan (gap) antara daerah kaya dan daerah miskin.

Lalu apakah sebuah kebetulan di Sumsel kabupaten yang kena penundaan itu Kabupaten Pali dan Musirawas Utara, karena ini daerah otonomi baru (DOB).

"Jadi, bisa dibayangkan daerah itu akan mengalami kesulitan termasuk provinsi, karena provinsi kalau saya hitung empat bulan yakni September, Oktober, November, Desember sekitar Rp199 miliar," ujarnya.

Sementara lanjutnya, Pali kalau satu bulannya sebesar Rp5,7 miliar maka Rp23,1 miliar, kemudian Musirawas Utara kalau satu bulannya Rp6,8 miliar maka ketemu angkanya Rp27,385 miliar, karena penundaan ini pada September, Oktober, November dan Desember.

Ia menuturkan, dengan catatan dalam PMK itu jika ada uang dibayarkan, kalau tidak masuk dalam penerimaan tahun 2017.

"Menurut saya mestinya pemerintah tegas saja, karena DAU jelas ada PMK Perpresnya. Kalau terjadi penundaan otomatis pemerintah pusat harus konsekuensi tidak hanya sekedar ditunda, diberikan dalam bentuk pengakuan hutang pemerintah pusat," paparnya.

Ia menyampaikan, surat perbendaharaan negara itu per tiga bulan bunganya 2,5 persen, kenapa skimnya seperti itu sehingga ada penghargaan kepada daerah-daerah yang tertunda pembayaran, jadi jangan sekedar ditunda saja, karena dalam asumsi APBN perubahan 2016 bila diikuti surat perbendaharaan negara tiga bulan itu bunganya 5,5 persen dan ini ditunda sampai empat bulan.

"Tentunya sangat mengganggu penundaan itu, karena sampai sekarang rezim kita anggaran berimbang dan dinamis," jelasnya.

Anggaran berimbang itu apa yang masuk, itulah yang keluar, belum ada saving. Ketika rezim ini, berapapun ada penerimaan maka langsung belanja.

"Kita memahami kesulitan pemerintah pusat, karena penerimaan tidak tercapai, kita ingin juga pemerintah pusat memahami daerah ada pengakuan hutang pusat ke daerah," katanya.