Warga Tanjung Sari Palembang Keluhkan limbah tempe

id limbah, limbah tempe, bau limbah, olam retensi, limbah pabrik tempe, limbah pabrik tahu, mencemari lingkungan

Warga Tanjung Sari Palembang Keluhkan limbah tempe

Warga keluhkan limbah pembuat tempe dibuang sembarangan di parit.(Foto: antarasumsel.com/ Banu/16/Parni)

Palembang (ANTARA Sumsel) - Warga Kampung Tanjung Sari Kelurahan Bukit Sangkal Kecamatan Kalidoni mengeluhkan limbah pabrik tempe dan tahu mencemari lingkungan mereka dan mengadu ke Wakil Wali Kota Palembang.

"Kami berharap agar pabrik tahu dan tempe di Kelurahan Bukit Sangkal Kecamatan Kalidoni supaya ditutup, karena limbahnya mencemari lingkungan," kata Hartini, warga RT.28 di hadapan Wakil Wali Kota Fitrianti Agustinda saat meninjau lokasi industri itu di Palembang, Jumat.

Warga Tanjung Sari dan Purwosari mengeluhkan pembuangan limbah pabrik tahu dan tempe yang dibuang ke kolam retensi di kawasan tersebut, dan bahkan dari hasil mediasi dihadiri Wakil Wali Kota Palembang, Fitrianti Agustinda, tidak menemukan solusinya.

Seperti dikeluhkan Hartini warga RT 28 yang merasakan dampak limbah tersebut harus menikmati bau menyengat limbah tempe setiap hari sejak tahun 1993. Dimana, saat itu satu persatu pengusaha tempe dan tahu dketahui berasal dari daerah lain, mulai membuka pabrik di sana.

Awalnya belum banyak pengusaha tempe seperti sekarang ini dan tidak ada limbah, berbeda dengan kondisi seperti sekarang yang menyatakan mulai resah dengan aktivitas pembuatan tahu dan tempe ini, katanya.

"Kami berharap keluhan yang disampaikan terkait limbah ini dapat diselesaikan. Seperti jangan membuang limbah tersebut ke parit, karena sesuai aturan, pengelolaan limbah harus dilakukan setiap jenis usaha dan harus dikoordinir dengan baik. Jangan sampai pengusaha hidup nyaman, tetangganya susah akibat limbah tersebut," katanya.

Warga kecewaan karena tidak ada sama sekali kepedulian yang dilakukan para pengusaha tahu dan tempe ini. Padahal, Badan Lingkingan Hidup (BLH) sudah meminta agar seluruh pengusaha tahu dan tempe menyediakan dan memfungsikan instalasi pengolahan limbah (Ipal), tapi Ipal itu tidak berfungsi dan pengusaha membuang limbah ke kolam retensi.

"Di sini memang ada Ipal tapi tidak difungsikan, karena yang kami lihat mereka langsung membuang limbah ke parit dan saluran air warga, sehingga menimbulkan aroma tidak sedap," tuturnya.

Selain itu dapur umum yang juga sudah disediakan tidak pernah digunakan, bahkan lebih parahnya, ada pengusaha pernah tertangkap menggunakan formalin.

"Di sini ada 40 pengusaha tempe dan tahu, bayangkan saja bagaimana limbah yang dihasilkan. Itu sudah berlangsung sejak tahun 1993. Itulah kami melaporkan karema kami sudah tidak tahan," tegasnya.

Menyikapi keluhan warga tersebut, Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda telah menerimanya.

Di mana, berdasarkan hasil diskusi untuk mencari jalan terbaik dari persoalan tersebut, pengusaha tahu dan tempe yang berjumlah 40 an di wilayah itu, siap menyediakan pengelolaan limbah secara swadaya.

"Tadi sudah ada pembicaraan, mereka bersedia atau sepakat untuk bekerja sama agar limbah tidak ke mana-mana. Dan kita akan berkoordinasi langsung dengan BLH untuk melakukan pengawasan terhadap pengusaha tahu dan tempe," jelasnya.

Kedepan, tidak boleh ada lagi limbah pengelolaan tempe dan tahu langsung dibuang tanpa ada proses pengelolaan yang benar melalui Ipal.

"Jika masih ditemukan maka ada sanksi atas perbuatan yang merusak lingkungan sesuai aturan Undang-Undang lingkungan Hidup," katanya.