Reformasi hukum dimulai dari nilai-nilai

id Hukum, reformasi hukum, Undang-undang, perubahan hukum, aspek hukum

Reformasi hukum dimulai dari nilai-nilai

Ilustrasi (Foto Antarasumsel.com/Grafis/Aw)

....Jokowi berargumen bahwa persoalannya bukan pada uang recehan, tapi karena hal itu menyangkut nilai-nilai, integritas yang harus dibangun....
Komitmen Presiden Joko Widodo untuk memperhatikan aspek pembangunan hukum di Tanah Air tampaknya dimulai dari persoalan yang esensial, yakni nilai-nilai.

Tekad itu tercetus ketika Kepala Negara hendak mengurusi pungli yang sepintas menyangkut jumlah rupiah yang kecil, namun masif.

Saat ada suara-suara yang menyindir bahwa tak selayaknya seorang presiden mengurusi pungli yang recehan, Jokowi berargumen bahwa persoalannya bukan pada uang recehan, tapi karena hal itu menyangkut nilai-nilai, integritas yang harus dibangun.

Membangun aspek hukum dengan memberikan aksentuasi pada penumbuhan nilai-nilai integritas, kejujuran, disiplin dalam menjalankan tugas adalah kerja yang fundamental.

Apa yang dirasakan masyarakat saat merasakan betapa menjengkelkannya pungli itu menelikung di berbagai pusat-pusat pelayanan publik pada akhirnya dirasakan juga oleh Jokowi. Pungli yang paling masif terjadi di sektor perhubungan, di titik urusan pelayanan publik yang bersentuhan dengan masyarakat langsung.

Pungli itu dalam beberapa kasus terjadi secara terang-benderang. Publik bisa menyaksikan bagaimana oknum berseragam aparat Kementerian Perhubungan yang berpangkalan di jalan-jalan tertentu dan mengutip setiap sopir mobil boks yang sedang lewat.

Pengutipan uang recehan di jalan-jalan itu sungguh memperlihatkan bagaimana integritas aparat kementerian bersangkutan tercoreng. Besaran biaya operasional dunia usaha yang menggunakan mobil boks menjadi meningkat karena praktik pungli tersebut.

Tak ada rasionalisasi di balik praktik pungli. Pemilik kendaraan, dalam hal ini mobil boks, tentu sudah memenuhi kewajibannya pada negara dengan membayar pajak kendaraan yang resmi, sehingga pengutipan pungli itu merupakan korupsi skala kecil.

Yang lebih marak lagi adalah pungli yang dilakukan oleh kalangan sipil yang biasa disebut kaum preman jalanan. Para pengemudi atau kenek angkutan umum tak berdaya menghadapi kalangan preman jalanan yang mengutip uang recehan di beberapa titik dalam satu rute perjalanan.

Presiden tampaknya perlu untuk memberantas pungli yang juga dilakukan oleh kaum preman ini. Tak sulit untuk memberantas fenomena itu sejauh ada kemauan politik yang kuat dengan menginstruksikan Kapolri, yang antara lain bertugas menjaga tata tertib jalanan.

Memberantas pungli yang juga dilakukan oleh selain oknum aparat negara juga penting jika ditinjau dari sisi pembangunan nilai-nilai integritas warga dalam mematuhi hukum.

Pungli sesungguhnya dapat ditekan jika ada penanganan secara dua arah. Artinya, di samping aparat penegak hukum bekerja memberantas praktik pungli, para pengusaha angkutan umum juga menerapkan sistem pembayaran lewat kartu elektrik seperti yang diterapkan oleh pengelola bus Transjakarta.

Beberapa bus angkutan umum selain Transjakarta sudah menggunakan sistem pembayaran lewat kartu elektrik ketika publik menggunakan jasa transportasi itu. Namun sebagian besar kenek bus masih menerima pembayaran tarif angkutan umum secara tunai.

Tampaknya, Jokowi lewat Kementerian Perhubungan bisa membuat kebijakan yang bisa mempercepat migrasi dari pembayaran tunai ke pembayaran lewat kartu elektrik.

Praktik pungli atau percaloan di sektor perkeretaapian telah raib begitu pemanfaatan teknologi internet dilakukan. Tentu untuk angkutan umum jarak dekat yang tarifnya sangat bervariasi belum memungkinkan untuk diubah ke arah pembayaran tarif perjalanan secara elektrik atau dalam jaringan.

Membangun nilai-nilai yang antara lain dilakukan dengan memberantas pungli di berbagai sektor pelayanan masyarakat jelas membutuhkan dukungan bukan saja dari aparat penegak hukum tapi juga masyarakat luas.

Dalam sisa pemerintahannya yang tiga tahun ke depan, Jokowi agaknya dituntut tak cuma berkonsentrasi untuk sektor pembangunan nilai-nilai demi penegakan hukum.

Ada satu pekerjaan rumah besar yang perlu juga diurus, setidaknya mulai diperhatikan tali-temali permasalahnnya oleh pemerintahan Jokowi. Hal itu tak lain adalah pembangunan hukum di sektor penyelesaian hak asasi manusia yang belum terselesaikan di pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.

Publik ingin Jokowi juga merealisasikan janji-janji kampanyenya yang antara lain menuntaskan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu. Bagi Jokowi, tuntutan publik untuk penyelesaian masalah ini agaknya bukan persoalan sepele. Apalagi jika orang-orang yang diduga ikut terlibat dalam perkara pelanggaran hak asasi manusia itu ternyata sebagian di antaranya adalah mereka yang kini menjadi pendukung bahkan menjadi bagian dari lingkaran dalam kekuasaan sang  presiden.

Jika politik adalah seni mengubah yang tak mungkin untuk menjadi mungkin, kepiawaian Jokowi sebagai elite politik nomor satu di negeri ini sedang dituntut pembuktiannya.

Artinya, penyelesaian pelanggaran berat atas hak asasi manusia di masa lalu tetap perlu dilakukan dengan tidak menimbulkan kegaduhan di lingkaran internal kekuasaan.

Tampaknya, jika dilihat masih banyaknya persoalan yang tengah dihadapi bangsa ini di sektor nonpolitik, seperti soal pengangguran, defisit anggaran nasional, ketimpangan pembanguan serta kemiskinan yang akut, penuntasan persoalan hak asasi manusia di masa lalu bukan menjadi pilihan prioritas pemerintahan Jokowi.

Persoalan sosial ekonomi masa kini yang mendesak untuk segera diurus demi kesejahteraan publik akan menenggelamkan suara-suara yang menuntut penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu.

Bagi Jokowi, yang agaknya juga diafirmasi oleh sebagian besar warga masyarakat, memilih jalan pragmatisme dalam mengelola kekuasaan agaknya penting. Meringankan beban kehidupan sehari-hari masyarakat saat ini perlu dinomorsatukan.

Meski demikian, pragmatisme itu tak membuat Jokowi memalingkan diri dari aspek pembangunan hukum, khususnya yang dilakukan dengan menegakkan nilai-nilai demi integritas warga.