Sumsel kaji ulang emisi gas rumah kaca

id emisi gas, rumah kaca, emisi GRK, transportasi ramah lingkungan, perluasan areal perkebunan, Edward Candra

Palembang (Antarasumsel.com) - Provinsi Sumatera Selatan mengkaji ulang dokumen pengurangan emisi gas rumah kaca untuk merespons pembangunan moda transportasi ramah lingkungan "light rail transit" (LRT) dan perluasan areal perkebunan di daerah itu.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan Edward Candra di Palembang, Rabu, mengatakan, pada dokumen awal yang ditandatangani pada 2012 diketahui bahwa Sumsel diminta berkontribusi sebesar 11,16 persen pada penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari target nasional.

Namun setelah pemerintahan Jokowi-JK merevisi pada 2016 yang dituangkan dalam dokumen "Nationally Determined Contribution" kepada "Secretariat United Nations Framework Convention on Climate Change" (UNFCCC) menjadi 29 persen atas usaha sendiri dan 41 persen serta tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen sampai 2020, maka Sumsel pun harus menyesuaikan.

"Tentunya akan ada penurunan signifikan setelah LRT berjalan, karena kendaraan pribadi yang beroperasi diperkirakan akan berkurang. Untuk itu, perlu ada mengkajian ulang karena ada kemungkinan terjadi peningkatan kontribusi dari target nasional," kata Edward.

Ia menambahkan salah satu sektor yang menjadi perhatian lainnya yakni sektor perkebunan.

Keberadaan hutan tanam industri diperkirakan akan menurunkan emisi GRK, tapi di sisi lain ada ancaman justru menurunkan capaian jika terjadi kebakaran hutan dan lahan.

Untuk itu, pemerintahan telah meminta perusahaan-perusahaan perkebunan untuk fokus pada pemberdayaan masyarakat karena kebakaran hutan dan lahan terjadi hampir 99 persen disebabkan faktor sosial ekonomi.

"Selain itu perusahaan juga diminta menerapkan ekonomi hijau dan peningkatan sarana dan prasarana pencegahan karhutla," kata dia.

Provinsi Sumsel sempat menarik perhatian dunia internasional pada 2015 karena terjadi kebakaran hutan dan lahan yang hebat dengan menghanguskan 736.563 hektare. Pada 2016, Sumsel berhasil menekan karhutla hingga 99,87 persen jika dibandingkan 2015 karena menerapkan manajemen pendeteksian dini dan pengaruh iklim kemarau basah.

Capaian positif ini diperkirakan menambah kontribusi Sumsel dalam pengurangan emisi GRK.