Ahok permasalahkan video barang bukti dari jaksa

id ahok, persidangan, penistaan agama, bukti persidangan, Kuasa hukum Ahok, Kepulauan Seribu, barang bukti, video

Ahok permasalahkan video barang bukti dari jaksa

Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama beranjak seusai menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Jakarta. (ANTARA FOTO/Pool/M Agung Rajasa/Ang/16)

Jakarta (Antarasumsel.com) - Terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mempermasalahkan video barang bukti yang diputar Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena durasinya tidak lengkap.

JPU memutar video Ahok saat memimpin rapat internal di Pemprov DKI Jakarta dalam sidang lanjutan Ahok dengan agenda pemeriksaan terdakwa dan barang bukti di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.

"Saya klarifikasi dulu, itu tadi gambar saudara, pidato saudara?," tanya Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto.

"Betul yang mulia, tetapi itu dicopot. Sebetulnya saya lagi marahin mereka yang korupsi. Saya bilang yang masih korupsi tidak usah sembahyang, tidak usah shalat, tidak usah mengaku bersih karena masih curi orang rakyat," jawab Ahok.

"Dipotong ya pidatonya?," tanya Hakim Dwiarso.

"Saya sampaikan itu karena saya lagi marah, program rakyat tidak dilakukan, anggaran dimakan, ya saya marah. Lalu saya mendorong orang mari kita dengarkan yang baik. Kalau orang beriman tidak curi uang rakyat, tidak mengharapkan jabatan, itu saya sampaikan," jawab Ahok.

JPU juga telah memutar video Ahok saat kunjungan ke Kepulauan Seribu, kantor DPP Partai Nasional Demokrat, dan wawancara di Balai Kota.

Ahok dikenai dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.