Washington (Antara/Xinhua-OANA) - Kutub Selatan menjadi lebih hijau akibat perubahan iklim, kata beberapa ilmuwan pada Kamis (18/5) di dalam satu studi yang disiarkan di jurnal AS "Current Biology".
Mereka melaporkan bahwa kehidupan di Antartika, termasuk lumut, tumbuh dengan cepat, dalam 50 tahun belakangan.
Kehidupan tanaman hanya ada sebanyak 0,3 persen Wilayah Kutub Selatan, tapi temuan baru tersebut menunjukkan "perubahan besar dalam bidang biologi dan lanskap wilayah yang menjadi ikon" dalam kondisi hangat pada masa depan, kata studi itu.
"Dalam waktu dekat, kita akan melihat Antartika hijau sejalan dengan pengamatan yang dilakukan dengan baik di Kutub Utara," kata Profesor Dan Charman dari University of Exeter, yang memimpin proyek penelitian tersebut, di dalam satu pernyataan.
Semenanjung Antartika dikenal sebagai salah satu wilayah yang mengalami pemanasan dengan cepat di Bumi. Tempteratur tahunan di sana telah merayap naik sekitar 0,5 derajat Celsius setiap dasawarsa sejak 1950-an.
Para peneliti itu menyadari mereka dapat mengambil banyak pelajaran mengenai bagaimana peningkatan temperatur telah mempengaruhi ekologi Semenanjung tersebut dengan mempelajarai sampel inti dari bank lumut, yang terpelihara dengan baik dalam kondisi dingin Kutub Selatan
Di dalam studi baru tersebut, mereka meneliti lima inti bank lumut di tiga lokasi dari satu daerah yang membentang sekitar 644 kilometer, demikian laporan Xinhua yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat pagi.
Lokasi itu meliputi tiga pulau Kutub Selatan --Elephant Island, Ardley Island dan Green Island, tempat tumbuhnya tumpukan lumut yang paling tua dan paling dalam.
Para ilmuwan itu menganalisis data dari 150 tahun terakhir, dan mendapati bukti yang jelas mengenai "changepoints" --tahap waktu saat kegiatan biologi secara jelas meningkat dalam setengah abad belakangan.
"Kenaikan temperatur selama sekitar setengah abad belakangan di Semenanjung Antartika memiliki dampak dramatis pada bank lumut yang tumbuh di wilayah tersebut," kata penulis utama studi itu Matt Amesbury dari University of Exeter.
"Jika ini berlangsung terus, dan dengan bertambahnya jumlah lahan yang terbebas dari es akibat kemerosotan gletser secara terus menerus, Semenanjung Antartika akan menjadi tempat yang jauh lebih hijau pada masa depan," katanya.
Para peneliti tersebut mengatakan mereka akan terus mempelajari catatan inti yang berasal dari ribuan tahun lalu untuk memeriksa bagaimana perubahan iklim mempengaruhi ekosistem sebelum kegiatan manusia mulai menimbulkan pemanasan global.
(Uu.C003)
Berita Terkait
BMKG temukan ketebalan tutupan es di Papua berkurang empat meter
Kamis, 18 April 2024 15:40 Wib
Presiden Jokowi serukan gerakan tanam pohon bertepatan musim hujan
Rabu, 29 November 2023 10:01 Wib
Perlu tahu, ternyata November 2022-Oktober 2023 periode terpanas sepanjang sejarah
Jumat, 10 November 2023 13:38 Wib
Polres OKU Sumsel tanam ratusan bibit pohon penghijauan
Rabu, 23 Agustus 2023 20:31 Wib
Atlet boling 10 provinsi tanding pemanasan di Kejuaraan Leanpuri Cup 2023
Rabu, 19 Juli 2023 12:54 Wib
Salju abadi di Puncak Jaya Papua mencair dampak pemanasaan global
Jumat, 16 Juni 2023 16:41 Wib
Zlatan Ibrahimovic alami cedera saat pemanasan lawan Lecce
Senin, 24 April 2023 18:02 Wib
8 persen wilayah Indonesia masuk musim kemarau, Sumsel masih hujan intensitas menengah
Senin, 24 April 2023 13:37 Wib