Kemristekdikti: Publikasi riset didik masyarakat jadi rasional

id Ali Ghufron Mukti, Kemristekdikti, penelitian, riset, rasional, masyarakat, sekitar warga

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti (SDID) Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) Ali Ghufron Mukti menjelaskan publikasi hasil riset yang dikenal masyarakat akan membentuk masyarakat menjadi rasional.

"Selama ini, masyarakat kita cenderung emosional cenderung mempercayai hal-hal yang berkaitan dengan mistis, seperti kita tahu beberapa waktu lalu ada penggandaan uang oleh Dimas Kanjeng, kemudian juga Ponari yang katanya bisa 'mengobati' orang," ujar Ghufron di Jakarta, Selasa.

Begitu juga dengan berbagai informasi yang belum tentu benar seperti bahaya imunisasi, namun hal itu terlanjur menyebar dan dipercayai masyarakat.

Oleh karena itu, lanjut dia, peran ilmuwan, akademisi hingga media massa sangat diperlukan untuk mempublikasikan hasil riset kepada masyarakat. Ghufron menilai perlu dibangun komunikasi serta wacana terkait riset dan inovasi. Caranya, dengan menerapkan komunikasi sains antara peneliti ke  peneliti maupun peneliti ke yang bukan peneliti. Kendati demikian, butuh peran dari ilmuwan maupun media massa untuk membumikan hasil riset kepada masyarakat luas.

"Publikasi ilmiah adalah salah satu cara menyebarkan hasil riset. Perlu diketahui, publikasi internasional Indonesia terindeks Scopus sudah menyalip Thailand dengan 9.501 publikasi per 3 Agustus 2017. Namun, dalam hal inovasi Indonesia masih kalah dengan sejumlah negara di Asia Tenggara. Berdasarkan Global Innovation Index 2017, Indonesia berada di peringkat ke-87, sedangkan Thailand diperingkat ke-51, dan Singapura meraih peringkat ketujuh," jelas Ghufron.

Ghufron menyebut, setidaknya ada dua kelemahan ilmuwan dalam melakukan komunikasi sains. Pertama terkait bahasa, dan berikutnya adalah metodologi. Di sisi lain, perguruan tinggi belum sepenuhnya menjadi agen yang membangun kultur meneliti, serta mendidik masyarakat berpikir logis dan rasional.

"Indonesia ini sumber daya manusianya tersedia. Untuk itu, harus ada revolusi mental, di mana membangun publik berpikir logis berdasarkan pada sains dan teknologi. Jika potensi sumber daya manusia ini diasah, maka Indonesia akan menjadi negara yang kaya. Pendapatan yang awalnya di kelas menengah bisa menjadi pendapatan tinggi".

Peran komunikasi sains diharapkan mampu mentransformasikan Indonesia dari ekonomi berbasis sumber daya alam (SDA) menjadi ekonomi berbasis sains teknologi. Di samping itu, dapat mendidik masyarakat agar tidak mudah tertipu atau percaya dengan hoax, apalagi hal-hal yang tidak rasional.