Pengusaha jasa angkutan 'menjerit'

id Aptrindo, truk, angkutan, jasa, bongkar muat, pelabuhan, jalan, ekspedisi

Pengusaha jasa angkutan 'menjerit'

Truk angkutan (FOTO ANTARA)

....Saya saja sudah menolak permintaan distributor semen 3 roda karena jika tetap diambil tentunya kami akan merugi....
Palembang  (ANTARA Sumsel) - Para pelaku jasa pengangkutan (logistik) di Palembang menjerit, mengeluhkan ketatnya aturan pemerintah daerah mengenai waktu bagi kendaraan truk melintasi jalan-jalan di pusat kota di ibu kota Provinsi Sumatera Selatan itu.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia Provinsi Sumatera Selatan (Aptrindo) Eddy Resdianto di Palembang, Rabu, mengatakan, Perwali atau peraturan wali kota mengatur truk tidak boleh melintas pada pukul 06.00-10.00 WIB dan 15.00-21.00 WIB, namun faktanya sejak sepekan ini pada jam di luar larangan tersebut pun diketahui truk juga tidak bisa melintas karena adanya penutupan jalan di sejumlah titik.

"Artinya sama saja, kami juga tidak dapat beroperasi maksimal, apalagi saat ini jalan-jalan di Palembang juga macet karena pembangunan infrastruktur. Biasanya truk bisa dua rit, kini satu rit pun sulit," kata dia.

Lantaran kesulitan tersebut membuat perusahaan jasa terpaksa menambah biaya produksi. Hal ini terkait aturan di Pelabuhan Boom Baru yang mengenakan biaya untuk satu mobil truk kontainer yang menginap Rp60.000/hari.

Akibatnya, kini sejumlah perusahaan jasa angkutan truk mulai menolak permintaan konsumen.

"Saya saja sudah menolak permintaan distributor semen merek Tiga Roda karena jika tetap diambil tentunya kami akan merugi," kata dia.

Untuk itu, Aptrindo meminta pemerintah setempat memberikan solusi atas persoalan tersebut, mengingat bahan-bahan yang diangkut ini merupakan kebutuhan pokok seperti beras, tepung terigu hingga barang-barang bangunan untuk kebutuhan pembangunan Light Rail Transit. Jika dibiarkan tentunya akan berimbas pada kenaikan harga.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Pelabuhan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kota Palembang Bujung Azainul Meida Noor Eden mengatakan pelaku usaha logistik menawarkan beberapa alternatif ke pemerintah terkait masalah ini. Hal ini juga untuk untuk merespon pertemuan dengan Dirlantas Polresta Palembang pada 29 September lalu.

Ia mengatakan asosiasi menawarkan solusi berupa  pemangkasan waktu larangan yakni dari semula pukul 06.00-10.00 WIB menjadi 06.00-08.00 WIB, dan dari 15.00-21.00 WIB menjadi 15.00-19.00 WIB, dan truk diperbolehkan memakai jalur kiri (lambat).

"Jangan khawatir jika truk memakai jalur kiri karena kami tidak memberangkatkan truk secara konvoi," kata dia.

Ia yang juga ketua DPW Asosiasi Perusahaan Bongkat Muat Indonesia Sumsel berharap semua pihak dapat duduk bersama dan menemukan solusi terbaik karena persoalan logistik ini terkait hajat hidup orang banyak.

"Kami selaku pengusaha sudah melakukan berbagai cara terkait persoalan ini, seperti memuat barang pada malam hari di Pelabuhan untuk diantar saat shubuh. Tapi tetap saja tidak efektif jika jalur-jalur yang dilalui ditutup. Jika tetap tidak ada solusi, mau tidak mau kami terpaksa menghentikan operasional jasa," kata dia.

Persoalan logistik di Palembang tidak terlepas dari letak Pelabuhan Boom Baru yang berada di tengah Kota Palembang, sementara kawasan pergudangan berada di pinggiran kota yakni kawasan Pusri, Kenten Laut, Gandus dan Soekarno Hatta.

Pelabuhan ini memiliki volume bongkar muat yang tinggi yakni 15.000 kontiner/bulan karena merupakan pintu gerbang logistik provinsi Sumsel, Jambi, Bengkulu dan Lampung.

Sejak muncul persoalan ketidaklancaran pengiriman tersebut membuat truk-truk pengangkut bermalam di Palabuhan 5-6 hari dari sebelumnya hanya 2-3 hari.