Anak adalah anugerah, yang merupakan harapan masa depan. Anak juga
sebuah amanah dan tanggung jawab, yang sekaligus potret keberhasilan
orang tua.
Penyuluh pendidikan anak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) Sumatera Selatan Eva Suri Novianti mengatakan dari
beberapa pemeo tersebut dapat digambarkan bahwa memiliki anak adalah
sebuah anugerah yang tak ternilai.
Keberadaan anak dalam sebuah rumah tangga seharusnya dapat
menumbuhkan kehangatan, semangat dan kebahagian. Selain itu keberadaan
anak akan menumbuhkan harapan-harapan di masa yang akan datang, yang
seharusnya menjadi dorongan bagi orang tua untuk dapat meraih dan
mencapainya.
"Namun perlu juga disadari bahwa anak adalah amanah. Artinya anak
adalah titipan yang seharusnya dijaga, diayomi dan dilindungi agar
keberadaannya tetap utuh dan baik selamanya. Kondisi ini tentu
membutuhkan sebuah tanggung jawab yang bukan sekadar main-main karena
berfungsi sebagai pengasuh, pembimbing, dan pendidik anak," kata Eva di
Palembang, Kamis (18/6).
Oleh sebab itu potret keberhasilan orang tua dalam mengemban amanah
ini dapat dilihat dari perkembangan dan pertumbuhan anaknya baik secara
fisik, mental maupun spiritual.
Menurutnya, orang tua masa kini harus bisa menjadi teman bagi anak
karena dengan hubungan pertemanan maka akan muncul keterbukaan mengenai
segala hal.
Di tengah kemajuan zaman yang sarat dengan banyak perubahan, maka
orang tua harus pro-aktif mendekati anak, layaknya seorang sahabat, kata
dia.
Langkah ini sangat efektif untuk mendeteksi beragam penyimpangan yang rentan mengenai remaja seperti narkoba dan sex bebas.
"Jika bisa, orang tua harus menjadi sahabat terbaik bagi anak.
Dengan begini, orang tua sendiri yang akan mendapat manfaatnya, seperti
dapat mendeteksi sedari awal jika terjadi penyimpangan karena si anak
mau bercerita secara terbuka karena yakin akan didengarkan," kata Eva.
Menurutnya, bukan saatnya lagi orang tua masa kini membuat jarak
dengan anak karena akan membuat anak bersikap tertutup, seperti pola
asuh yang kerap diterapkan pada beberapa dekade lalu.
"Sikap tertutup ini yang justru berbahaya, karena anak akan mencari
tempat pelarian lain. Jika yang dijadikan tumpuan justru mengarahkan ke
hal negatif maka bencana yang akan terjadi, seperti terjerat narkoba,
pergaulan bebas, dan lainnya," kata dia.
Ia menjelaskan, dengan berperan sebagai teman sejatinya tidak
menurunkan kedudukan orang tua di mata anak asalkan tetap diimbangan
dengan kewibawaan.
"Bagaimana orang tua berwibawa di mata anak, jawabannya cuma satu
yakni teladan. Jika orang tua sendiri sudah tidak mampu mengendalikan
diri dan memberikan contoh yang baik maka jangan harap anak akan mau
berperilaku lebih baik dari orang tua," kata Kepala Sub Bina Keluarga
Balita Anak dan Ketahanan Lansia BKKBN Sumsel ini.
Untuk menjadi sahabat bagi anak, menurut Eva bukan perkara mudah
karena membutuhkan suatu proses yang panjang dan tidak bisa instan.
Tapi tidak ada jalan yang sulit asalkan orang tua mau bersungguh-sungguh dan konsisten menjadi pendengar yang baik.
"Untuk menjadi pendengar yang baik artinya orang tua harus
menyediakan waktu untuk anak. Bagi orang tua yang sibuk, dapat disiasati
dengan menyediakan waktu khusus untuk anak pada akhir pekan, atau
setiap hari setidaknya menyediakan waktu untuk melepaskan anak berangkat
tidur," kata dia.
Ia melanjutkan, dengan menempatkan posisi sebagai teman dan
sahabat, maka akan terjalin hubungan emosional yang berkualitas antara
anak dan orang tua.
"Indikatornya sederhana sekali, jika anak merasa hanya orangtuanya
yang menjadi teman curhat terbaik maka artinya si orang tua ini sudah
berhasil," kata dia.
Pola Asuh Demokratis
Praktisi pendidikan anak Yuli Rianti mengatakan pola asuh
demokratis yang melibatkan anak dalam mengambil keputusan menjadi
pilihan tepat bagi orang tua dalam menyiapkan sang buah hati untuk
menjawab tantangan dan ancaman masa kini dan waktu mendatang.
"Terdapat tiga jenis pola asuh berdasarkan hasil penelitian, yakni
otoriter (ketat), demokratis, permisif (bebas). Dari ketiganya, yang
paling relevan untuk saat ini yakni demokratis," kata Yuli seusai
menjadi pembicara dalam pelatihan Penguatan Kelompok Parenting, Pola
Pengasuhan, dan Edukasi BKKBN Provinsi Sumsel di Palembang, beberapa
waktu lalu.
Ia menerangkan, pola asuh demokratis itu memberikan kesempatan
kepada anak untuk berkreasi dan mengekplorasi berbagai hal sesuai dengan
kemampuannya, dengan sensor bantuan dan pengawasan yang baik dari orang
tua.
"Contohnya, orang tua dapat menerapkan pola demoktratis pada
penggunaan telepon genggam. Anak tetap dibelikan tapi dibaliknya melekat
suatu pengawasan," ujar staf ahli Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Pemerintah Kota Palembang.
Ia menambahkan, pola asuh demoktratis akan menghasilkan
karateristik anak yang mandiri, mampu mengendalikan diri, mempunyai
hubungan yang baik dengan teman, mampu menghadapi tekanan, mempunyai
minat terhadap hal-hal baru, dan kooperatif terhadap orang lain.
Dengan pola ini, anak menjadi ceria, cerdas, percaya diri, terbuka
kepada orangtua, menghargai dan menghormati orang tua, serta tidak mudah
tertekan dan depresi.
Namun, ia tidak menampik, untuk menjalankannya bukan perkara mudah
mengingat orang tua juga memiliki latar belakang pola asuh terdahulu,
seperti secara otoriter yang menyebabkan menjadi penakut, pendiam,
tertutup, tidak berinisatif, gemar menentang, berkepribadian lemah,
cemas, dan menarik diri.
"Terkadang menjadi sulit untuk demoktratis karena sudah terbiasa
dididik secara keras. Orang tua dapat menyiasatinya dengan berupaya
mengombinasikan meskipun kadarnya tetap harus dikurangi," ujarnya.
Mendidik anak adalah investasi masa depan, bukan hanya berguna bagi
seseorang sebagai pribadi tapi juga untuk kemajuan dan kemaslahatan
bangsa ini. Jadi selamatkanlah anak dengan pengasuhan, pendidikan dan
pendampingan sejak usia dini.
Pentingnya orang tua jadi sahabat sejati anak
....anak adalah titipan yang seharusnya dijaga, diayomi dan dilindungi agar keberadaannya tetap utuh dan baik selamanya....